Suporter

suporter-donisaurusLihat pertandingan sepak bola nggak tawuran itu sangat jarang, Yanindra. Ternyata nggak anak sekolah saja yang sukanya tawuran, tapi juga suporter sepak bola juga sukanya tawuran. Mungkin kalau dicari korelasinya akan ketemu kok Yanindra, soalnya suporter sepak bola itu kebanyakan anak-anak sekolah. Dari menerobos pintu masuk agar nggak bayar tiket, menghina pemain atau wasit saat pertandingan berlangsung, hingga tawuran di luar stadion merupakan hal yang lazim di negeri ini. Negeri yang mana katanya penduduknya santun-santun, kadang kala kelihatan watak aslinya, bringas. Merusak fasilitas stadion atau fasilitas umumnya, bahkan sampai ada korban yang meninggal dunia akibat kerusuhan sepak bola. Wajar Yanindra, kalau kamu nggak suka sepak bola.

Sejak kecil memang olahraga favoritku sepak bola, Yanindra. Baik itu main di lapangan, maupun hanya sekedar menonton pertandinga sepak bola di televisi aku suka. Kalau maen aku nggak begitu jago, akan tetapi kalau ngomentari orang yang maen di telivisi itu keahlianku. Ya, banyak orang seperti itu, Yanindra, tidak bisa praktek biasanya cuman teori semata. Bisanya hanya kritik-kritik tanpa memberikan saran. Bisanya hanya mencemooh, seandainya mereka disuruh maen ya paling nggak bisa. Itu kebanyakan orang orang di negeri ini, termasuk aku, Yanindra. hohoho

***

Dibandingkan menonton sepak bola live di stadion, aku memilih untuk menonton pertandingan live di televisi, Yanindra. Kalau menonton sepak bola liga luar, semisal liga Inggris, itu sangat menarik, Yanindra. Kita tinggal menghadap ke layar televisi, sambil menikmati makananan ringan, bisa sekali dua kali baca bbm atau WA dari mbak-mbak gemes. Coba bandingkan dengan menonton sepak bola di stadion negeri ini, dari beli tiketnya saja susah, masuk harus berdesak-desakan, di dalam stadion banyak orang yang teler akibat alcohol dan berbicara kotor, nontonnya nggak bisa duduk apalagi sambil baca bbm atau WA. Bisa-bisa saat asyik bbm dan WA sama mbak-mbak gemes terjadi gol, itu tidak ada replaynya Yanindra.

Aku bukan supporter sepak bola, Yanindra.

Wajar saja kalau supporter itu setelah keluar dari lapangan ngamuk-ngamuk. Mungkin gara-gara tim yang didukung kalah. Coba bayangkan, masuknya bayar, harus antri berjam-jam, wajah diberi warna-warni, saat pertandingan berteriak-teriak sekencang-kencangnya, tim yang didukung maennya jelek dan akhirnya kalah, ditambah supporter lawan menghina mereka beserta tim mereka. Lelaki mana yang tidak emosi melihat dan merasakan itu. Sangat wajar kalau keluar ngamuk-ngamuk apalagi kondisi perut mereka lapar.

Sejak kecil ketika menonton bal-balan di desaku sering sekali terjadi tawuran, Yanindra. Bayangkan itu hanya melawan tetangga desa saja bisa seperti itu, apalagi kalau sudah dilabelkan musuh bebuyutan. Bisa-bisa siaga satu akibat hanya pertandingan sepak bola. Sebenarnya kalau sepak bola di kelola professional, mungkin beda, Yanindra. Infrastruktur dibangun, wasit dan perangkat pertandingan independent, gaji pemain tidak telat, hukuman yang berat bagi pelanggar aturan, sepertinya sepak bola bisa menjadi industry yang sangat luar biasa. Dengan bergulirnya liga yang professional, maka sumber ekonomi akan terbuka lebar, kalau malah memungkinkan akan mengurangi angka penganggurang di negeri ini.

Orang-orang bisa berjualan pernak-pernik sepak bola dari kaos, sepatu, syal, boneka dan lain sebagainya. Ibu-ibu bisa berjualan makanan dipinggir-pinggir stadion tanpa takut nanti ada supporter yang nggak bayar. Jasa tukang parkir, becak, angkutan umum yang membawa para supporter ke lapangan. Banyak sekali sebenarnya peluang usaha dari industry sepak bola dengan syarat dikelola secara professional. Bukan hanya demi kepentingan kelompok tertentu, melainkan demi bangsa ini. Sepak bola bisa menjadi pemersatu bangsa. Akan tetapi sepak bola juga bisa menjadi penghancur persatuan.

Aku pingin sekali dikemudian hari industry sepak bola bisa seperti di Inggris. Stadion bagus dilengkapi dengan layar raksasa, tempat duduk nyaman, beli tiket nggak antri, yang terpenting tidak ada tawuran. Bayangkan saja saumpama sekarang ini stadion di Indonesia seperti di Inggris yang jarak supporter dengan lapangan sangat dekat? Bisa jadi apa pemain lawan yang menang, terus gimana kalau wasit berbuat kesalahan mesti mereka akan dikejar oleh supporter. Kalau di Inggris itu kemungkinan kecil terjadi. Menonton sepak bola terlihat nyaman, mereka duduk sambil nyanyi-nyanyi. Setelah pertandingan selesai mereka pulang dengan tenang.

Itu di Inggris, kalau di desamu Yanindra???

Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *