Teori Desa

Pengertian Desa

desa menggerPengertian desa di Indonesia sudah merupakan istilah nasional, yang baku digunakan dalam struktur pemerintahan. Meskipun sebelumnya, dan mungkin juga saat ini, masih banyak penduduk desa tertentu yang menggunakan istilah setempat dalam percakapan sehari-hari, misalnya saja, Kuria, Huta (Tapanuli), Kampung (Riau dan Sumatera Barat), Gampong atau Mukim (Aceh) dan sebagainya. Meskipun istilah-istilah ini berlainan, tetapi pada dasarnya ciri-cirinya adalah sama dengan apa yang disebut desa (Khairudin Hidayat, 1992 : 4).

Kata desa seringkali memberi kesan yang kurang sedap, bahkan seringkali bernada sinis. Orang yang tertinggal perkembangan disebut “ndesani”, sedangkan orang yang bertingkahlaku kurang sopan, kurang baik disebut sebagai “kampungan”. Pendek kata, kata desa, kampung ataupun apa saja yang berhubungan dengan desa berarti kurang baik, kurang maju, terlambat dan kuno. Bintarto (1983 : 2) mengatakan “desa adalah suatu hasil perpaduan antara kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya”. Hasil dari perpaduan itu ialah suatu wujud atau kenampakan di muka bumi yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial, ekonomi, politik, dan kultural saling berinteraksi antar unsur-unsur tersebut dan juga dalam hubungan dengan daerah-daerah lain. Menurut Sutardjo Kartohadikusumo, desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri (Khairudin Hidayat, 1992: 3).

Desa mungkin merupakan bentuk pemukiman terpenting yang tertua mempunyai tatanan atau aturan hidup tersendiri di dalam menata kehidupan para pemukim. Desa juga merupakan konsentrasi penduduk di suatu tempat yang mempunyai berbagai kemudahan yang memungkinkan kehidupan sutu masyarakat dapat berlangsung. Pada umumnya, suatu pemukiman mempunyai beberapa ciri atau aspek yang memungkin sebagai suatu pemukiman yang utuh yang disebut desa. Ciri atau aspek yang dimaksud:

  1. Suatu desa biasanya terdiri dari sekelompok rumah, sejumlah lumbung padi, dan gudang-gudang atau bangunan yang lain yang dipakai bersama, disamping lahan yang dimiliki secara sendiri-sendiri atau dimiliki dan dipakai bersama-sama.
  2. Di dekat dan di sekitar desa biasanya terdapat lahan pekarangan yang diusahakan dan mungkin dipakai sebagai lahan usaha untuk mendukung kehidupan atau kebutuhan sehari-hari.
  3. Lahan usaha tani umumnya terdapat jauh atau terpisah dari pusat pemukiman
  4. Sering pula di sela-sela lahan usaha tani terdapat padang penggembalaan
  5. Batas alami suatu desa terdapat hutan dan semak belukar yang sering pula merupakan sumber energi bagi pemukiman desa (Bahrent T. Sugihen. 1996. Sosiologi Pedesaan, suatu pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Halaman Halaman 73).

Perkataan pedesaan dalam pemakaian sehari-hari sangat mudah dimengerti. Namun kalau harus diberikan batasan yang tepat adalah sukar. Untuk itu Paul H. Landis (1948 : 17) mencoba memberikan sebagai berikut:

  1. Untuk maksud statistic, pedesaan adalah tempat tempat dengan jumlah penduduk kurang dari 2.500 orang
  2. Untuk maksud kajian psikologi sosial, pedesaan itu adalah daerah-daerah dimana pergaulannya ditandai oleh derajat intimitas yang tinggi, sedangkan kota adalah tempa-tempat dimana hubungan sesame individu sangat impersonal (longgar/ bersikap acuh)
  3. Untuk maksud kajian ekonomi, pedesaan merupakan daerah dimana pusat perhatian adalah pertanian dalam arti yang luas.

Suatu pemukiman baru dapat disebut desa yang utuh apabila pemukiman yang bersangkutan mempunyai perangkat, antara lain:

  1. disamping sejumlah keluarga perlu ada suatu lokasi tertentu yang dapat dijadikan penduduk untuk mendirikan bangunan perumahan, atau bangunan lain untuk tempat tinggal bagi anggota keluarganya,
  2. suatu desa harus mempunyai lahan desa yang dikuasai secara legal para pemukiman untuk mengembangkan usaha tani dan berternak sebagai sumber hidup.
  3. suatu pemukiman akan segera menjadi desa bila sumber air tercukupi suatu desa berkembang bila pemukiman tersebut mempunyai hutan, semak, dan belukar yang cukup sebagai sumber kbutuhan energi panas.

Secara umum, dalam kehidupan masyarakat di pedesaan dapat dilihat dari beberapa karakteristik yang dimiliki, sebagaimana dikemukakan oleh Roucek & Warren (1963 : 78) sebagai berikut:

  1. Mereka memiliki sifat yang homogeny dalam hal mata pencaharian, nilai-nilai dalam kebudayaan serta dalam sikap dan tingkah laku
  2. Kehidupan di desa lebih menekankan anggota keluarga sebagai unit ekonomi. Artinya semua anggota keluarga berturut-turut bersama-sama terlibat dalam kegiatan pertanian ataupun mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga. Dalam memecahkan suatu masalah, keluarga cukup memainkan peranan penting dalam pengambilan keputusan final
  3. Factor geografis sengat berpengaruh ata kehidupan yang ada misalnya keterikatan anggota masyarakat dengan tanah atau desa kelahirannya
  4. Hubungan sesame anggota masyarakat lebih intim dan awet daripada masyarakat kota, serta jumlah anak yang ada dalam keluarga inti lebih banyak.

Rogers mengemukakan hal yang serupa:

Mutual distrust interpersonal relations

Adalah adanya rasa ketidak percayaan timbale balik antara petani satu dengan yang lain. Ini bisa terjadi kerena sesame anggota komunitas dalam memeuhi kebutuhan, harus memperebutkan sumber-sumber ekonomi yang sangat terbatas. Kondisi semacam ini menyebabkan cenderung adanya kompetensi di bidang ekonomi. Kalau persaingan tersebut meningkat disertai munculnya individualism petani, maka pasti akan mengganggu integritas sosial.

Perceived limited good

Artinya terdapat pandangan yang sempit dikalangan petani sehingga hal-hal yang baik dan kesempatan untuk maju selalu terbatas. Hal ini dapat dilihat dari ungkapan-ungkapan yang timbul. Masyarakat Jawa misalnya, “lakune wong urip, gumantung nasibe dewe-dewe”. Dengan ungkapan ini sebenarnya telah membentuk persepsi masyarakat yang belum beruntung. Masyarakat Tobelo di pulau Halmahera, juga memiliki ungkapan “hakola ma halomo, hakolauwa ma halomo” (sekolah ya makan, tidak sekolah ya makan). Hal ini telah membentuk persepsi dan masyarakat tani tentang dunia pendidikan sebagai kebutuhan sekunder.

Dependence on hostility towards government outhority

Adanya ketergantungan dan sekaligus curiga terhadap pemerintah atau pada unsure-unsur pemerintah. Pada masyarakat petani, memiliki perbedaan status sehingga masing-masing bercirikan tugas tertentu yang mesti dilakukan, ataupun hal untuk menerima penghormatan. Ini merupakan pembeda yang melegitimasi bahwa ada sekelompok individu dianggap mampu, lebih berkuasa dalam pengambilan keputusan.

Familism

Disini tercermin rasa kehidupan kekeluargaan, adanya keakraban. Hubungan persaudaraan, bukan hanya antar masyarakat akan tetapi antar agama. Disinilah ditemukan adnya toleransi antar agama sesama anggota masyarakat.

Lack of innovatiness

Artinya ada rasa enggan untuk menerima atau menciptakan ide-ide baru. Kondisi ini ada dalam mayarakat desa yang relatif belum berkembang atau maju. Rasa enggan untuk menciptakan ie-ide baru, sebenarnya harus datang dari pihak luar dan setelah masyarakat melihat kenyataan yang menggembirakan baru menerima ide-ide baru.

Fatalism

Ini menggambarkan betapa rendah wawasan pikiran masyarakat desa untuk menanggapi atau merencanakan masa depan masyarakat desa. sikap semacam ini tercermin dari adanya pandangan seseorang bahwa keberhasilan yang digapai bukanlah dari kerja keras, tetapi justru berada dari luar dirinya (kekuatan spiritual).

Limited aspiration

Adanya aspirasi atau keinginan yang sangat rendah atau terbatas untuk menggapai masa depan. Aspirasi sosial sesungguhnya semacam gagasan, keinginan ataupun cita-cita yang dimiliki oleh seseorang mengenai masa depan yang akan datang di dalam interaksi dengan lingkungan sosial. Dalam masyarakat desa, sering dijumpai rendahnya aspirasi orang tua terhadap pendidikan yang lebih tinggi, terutama bagi anak wanita.

Lack of deferred gratification

Artinya kekurangan atau ketiadaan sifat untuk dapat mengekang diri, yakni untuk mengorbankan kenikmatan sekarang, demi pencapaian keuntungan yang lebih besar di masa depan. Petani diliputi dengan keadaan yang serba tidak menentu, akibat ketergantungan mereka pada belas kasihan alam.

Limited view of this word

Karakteristik ini mencerminkan, dalam masyarakat petani terdapat pandangan yang terbatas tentang dunia luar. Terdapat kecenderungan, bahwa orang yang mengalami mobilitas sosial yang rendah, akan rendah pula derajat kosmopolitannya, atau sebaliknya.

Low emphaty

Karakteristik ini ditandai dengan rendahnya keterampilan menangkap peranan orang lain. Atau dapat dikatakan secara pendek, masyarakat desa memiliki derajat empati yang rendah. Rendahnya empati dari masyarakat dimaksud disebabkan oleh adanya jarak sosiopsikologis maupun pengetahuan yang terbatas, dibandingkan dengan masyarakat lainnya..

Landis mengungkapkan “psychological traits of farm people, yakni kecenderungan-kecenderungan psikologis atau kepribadian dari orang desa. kecenderungan-kecenderungan psikologis tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Petani memiliki sifat menentang terhadap orang luar, selanjutnya memiliki sifat rendah diri yang sifat ini sebagai akibat adanya kemiskinan yang dialami, atau dengan kata lain mempunyai derajat kemakmuran yang rendah.
  2. Adanya sikap otoriter dari orang tua terhadap anak,sehingga akibatnya tidak ada kebebasan untuk mengemukakan pendapat.
  3. Adanya kecenderungan bahwa yang dipikirkan adalah dirinya atau lingkungannya sendiri.
  4. Adanya sifat conservatism, dimana sifat ini muncul karena dilihat dari penghidupan pokok, adalah di bidang pertanian dengan resikoalam yang terlalu besar.
  5. Masyarakat desa sangat toleran dengan nilai-nilai yang dimilikinya, dan sebaliknya in-toleran terhadap nilai-nilai yang dimiliki oleh kelompok lain.
  6. Adanya sikap pasrah.
  7. Punya sifat udik atau pedalaman, dimana sifat ini sebagai akibat adanya kekuarangan kontak dengan dunia luar.

Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *