Teori Patron-Klien

klienPatron-Klien merupakan kalimat yang asing bagi sebagian orang. Kebanyakan orang tidak mengetahui istilah berikut ini, akan tetapi pada prakteknya orang tersebut menjalankannya dalam kehidupan. Kata patron berasal dari bahasa latin pater yang berarti bapak, dari pater berubah menjadi patris dan patronis yang berarti bangsawan atau patricus yang berarti seseorang yang dianggap sebagai pelindung rakyat jelata yang menjadi pengikutnya. Sebaliknya klient atau client berasal dari kata cliens yang berarti pengikut.

Selain dari bahasa Latin, Patron berasal dari ungkapan bahasa Spanyol yang secara etimologis berarti ”seseorang yang memiliki kekuasaan (power), status, wewenang dan pengaruh”. Sedangkan klien berarti ”bawahan” atau orang yang diperintah dan yang disuruh. Pola hubungan patron-klien merupakan aliansi dari dua kelompok komunitas atau individu yang tidak sederajat, baik dari segi status, kekuasaan, maupun penghasilan, sehingga menempatkan klien dalam kedudukan yang lebih rendah (inferior), dan patron dalam kedudukan yang lebih tinggi (superior). Atau, dapat pula diartikan bahwa patron adalah orang yang berada dalam posisi untuk membantu klien-kliennya.

Ciri-ciri hubungan Patron-klien:

  1. Adanya ketidakseimbangan status antara patron dan klien
  2. Meskipun patron mengharapkan bantuan dari klien, tetapi kedudukan patron lebih tinggi dibandingkan dari klien
  3. Ketergantungan klien pada patron karena adanya pemberian barang-barang yang dibutuhkan klien dari patron yang menyebabkan adanya rasa utang budi klien pada patron
  4. Utang budi menyebabkan terjadinya ketergantungan oleh Klien kepada Patron

Pola relasi seperti ini di Indonesia lazim disebut sebagai hubungan bapak-anak buah, di mana bapak mengumpulkan kekuasaan dan pengaruhnya dengan cara membangun sebuah keluarga besar atau extended family . Setelah itu, bapak harus siap menyebar luaskan tanggung jawabnya dan menjalin hubungan dengan anak buahnya tersebut secara personal, tidak ideologis dan pada dasarnya juga tidak politis. Pada tahap selanjutnya, klien membalas dengan menawarkan dukungan umum dan bantuan kepada patron. Hubungan patron-klien itu sendiri telah berlangsung dalam waktu yang cukup lama.

Hubungan patron-klien berawal dari adanya pemberian barang atau jasa yang dapat dalam berbagai bentuk yang sangat berguna atau diperlukan oleh salah satu pihak, bagi pihak yang menerima barang atau jasa tersebut berkewajiban untuk membalas pemberian tersebut (Scott, 1992: 91-92). Selanjutnya, agar dapat menjamin kontinyuitas hubungan patron-klien antar pelaku yang terdapat di dalamnya, maka barang atau jasa yang dipertukarkan tersebut harus seimbang. Hal ini dapat berarti bahwa reward atau cost yang dipertukarkan seharusnya kurang lebih sama nilainya dalam jangka panjang atau jangka pendek. Dengan demikian, semangat untuk terus mempertahankan suatu keseimbangan yang memadai dalam transaksi pertukaran mengungkapkan suatu kenyataan bahwa keuntungan yang diberikan oleh orang lain harus dibalas.

Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *