Bulan puasa yang biasa
Seandainya peraturan daerah tentang larangan warung makan buka di siang hari pada bulan puasa di desa ku tercinta, mesti pemberitaannya tidak seheboh kemarin. Mesti tidak sampai membuat satpol PP terjun ke lapangan. Lalu para netizen yang merasa ikut bersimpati kemudian mengumpulkan uang untuk ibu yang warungnya terkena razia oleh pak satpol PP. Sampai-sampai pak presiden juga ikut-ikutan memberikan sumbangan. Itu gara-gara media yang terlalu lebay memberitakannya. Hampir setiap hari, pagi, siang, sore, malam, tengah malam, hingga kembali pagi lagi beritanya itu-itu terus, sampai-sampai bosen aku melihat layar televisi.
Itu fenomena yang kemarin berkembang di negeri ini, Yanindra
Media memiliki peran yang sangat luar biasa dalam menggiring opini public. Mereka menyajikan sebagian berita yang bukan fakta, melainkan hanya rumor belaka. Rumor, desas-desus sampai sampai mengarah pada gossip diberitakan setiap hari secara massif sehingga nampak seolah-olah benar meskipun itu hanya berita hoak belaka. Sebagian media hanya mengejar rating belaka dan ditunggangi oleh kepentingan kelompok tertentu.
Perda berjualan di siang hari pada bulan puasa itu tidak toleran terhadap orang berpuasa???
Toleren atau intoleran itu ambigu, Yanindra. Daya tafsir orang-orang akan beda dalam menyikapi hal tersebut. Mungkin bagi di Serang, Perda itu sudah sangat toleran dikarenakan itu yang sudah disepakati selama ini. Keinginan untuk menciptakan kondisi yang Islami dalam bulan puasa, salah satu kebijakan adalah pelarangan berjualan pada siang hari. Itu mungkin dianggap oleh masyarakat Serang sebagai kebijakan yang toleran. Tapi belum tentu itu dianggap toleran oleh daerah lain, Yanindra.
Termasuk daerah lain itu adalah desa ku
Mengger….
Mengger adalah desa ku, Yanindra. seperti desa-desa lain yang ada di Pulau Jawa, 100 % KTP penduduk Mengger memeluk agama Islam. Data tersebut bukanlah desas desus atau rumor belaka, tapi ini juga bukan data dari intelejen negara melainkan data dari kantor kepala desa. Tapi pada kenyataan sehari-hari, orang yang menjalankan ibadah agama Islam terbatas, Yanindra. Sekitar 3000 populasi penduduk Mengger, mungkin tidak ada 500an orang yang menjalankan ibadah agama Islam, dalam hal ini adalah masalah sholat. Ini juga bukan rumor, juga bukan gossip mbak-mbak gemes melainkan dari kehadiran orang saat menunaikan ibadah sholat di Masjid.
Kalau mengaca dari Teori Gertz yang mengkotakkan orang Jawa dalam kelompok-kelompok tertentu, penduduk desa Mengger termasuk dalam katagori Abangan, Yanindra. Abangan disini bukan dimaksud bahwa penduduk kami berambut merah, berkulit merah, atau berbaju merah. Penduduk mengger tidak se-ekslusif itu. Penduduk Mengger seperti penduduk desa pada umumnya, berpenampilan sederhana. Pada pilkadal kemarin memang, penduduk Mengger secara halus dipaksa untuk merah kaosnya, tapi itu hanya dinamika politik belaka.
Tapi abangan disini bukan seperti itu, Yanindra. Abangan adalah masyarakat Jawa yang memeluk agama Islam akan tetapi masih mencapur adukkan dengan budaya sebelum Islam, baik itu budaya Hindu-Budha maupun budaya asli dari Jawa. Abangan adalah masyarakat Jawa yang memeluk agama Islam, namun tidak secara kontinyu menjalankan ibadah agama Islam. Masyarakat abangan adalah bukan santri yang merupakan kelompok masyarakat yang taat dalam beribadah dan pernah mendalami agama di pondok pesantren.
Kembali ke masalah puasa.
Kalau kamu ada waktu, sempatkan datang ke desaku pada bulan puasa, Yanindra. Tidak ada perda yang mengatur dilarang berdagang makanan pada siang hari, di desaku, Mengger. Mana mungkin ada Perda tersebut di desa ku, lha wong warung makanan di desa ku itu jumlahnya terbatas kok. Paling ya kurang lebih cuman tiga warung makan saja. Nggak seperti ibu-ibu yang kemarin kena gusur itu katanya memiliki warung lebih dari satu. Buat apa juga diterapkan Perda tersebut di desa ku, lha wong jumlah orang yang berpuasa lebih banyak dari pada yang puasa. Kalau orang yang puasa memaksa menginginkan perda tersebut ada di desa ku berarti itulah tindakan yang tidak toleran. Kembali mengingatkan, Yanindra, penduduk desa ku bukahlah pemeluk agama yang taat. Rutinitas ibadah agama jarang dilakukan.
Jadi wajar kalau siang hari di bulan Ramadhan kamu sempat berkunjung ke desa ku, musti banyak kamu jumpai orang-orang yang makan atau minum, soalnya mereka tidak berpuasa. Masyarakat desa ku, Mengger, belum sadar akan menjalankan ibadah. Pokok ajaran kehidupan meraka adalah berbuat baik kepada sesama, tidak menyakiti orang lain, dan tidak berbuat kerusakan. Untuk masalah ibadah agama, mungkin sebagian besar penduduk belum mendapatkan hidayah dari Tuhan.
Semoga kamu juga mendapatkan hidayah, agar mau sedikit mengerti aku, Yanindra
Heuheuheu
Related Posts
-
Rara
Tidak ada Komentar | Feb 23, 2016
-
Peliharaan
Tidak ada Komentar | Feb 23, 2016
-
Pak Yayi
Tidak ada Komentar | Feb 15, 2016
-
Dibalik Ceria Ada Sabtu Kelabu
Tidak ada Komentar | Sep 18, 2016
About The Author
doni setyawan
Mari berlomba lomba dalam kebaikan. Semoga isi dari blog ini membawa manfaat bagi para pengunjung blog. Terimakasih