Koneksi Antar Materi 1.4 Budaya Positif

Nama : DONI SETYAWAN

Asal sekolah : SMAN 1 Jogorogo

Peserta Pendidikan Calon Guru Penggerak Angkatan 10 

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh

Salam Merdeka untuk kita semua.

Perkenalkan nama saya Doni Setyawan, guru sejarah SMAN 1 Jogorogo. Saat ini saya sedang mengikuti pendidikan calon guru penggerak angkatan 10 Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur. Pada kesempatan kali ini saya akan memaparkan terkait hal yang sudah saya pelajari pada pendidikan calon guru penggerak yang pada saat ini sudah mencapai akhir pada modul 1.

Modul 1 terdiri dari 4 modul yaitu modul 1.1 tentang filosofi pemikiran Ki Hadjar Dewantara, modul 1.2 tentang nilai dan peran guru penggerak, modul 1.3 tentang visi guru penggerak dan modul 1.4 tentang budaya positif. Pada modul 1.1, saya belajar terkait dengan filosofi pemikiran Ki Hadjar Dewantara terkait dunia pendidikan. Guru sebagai penuntun, sesuai kodrat alam dan kodrat zaman, pendidikan budi pekerti, menghamba pada murid merupakan berbagai pemikiran dari Ki Hadjar Dewantara. Sehingga saya memiliki landasan berpikir terkait dengan bagaimana pendidikan di Indonesia.

Selanjutnya pada modul 1.2, saya belajar terkait dengan nilai nilai dan peran guru penggerak. Saya menjadi tahu apa saja nilai yang harus dimiliki oleh seorang guru penggerak. Nilai yang harus dimiliki antara lain Mandiri, Reflektif, Kolaboratif, Inovatif serta Berpihak pada murid. Sedangkan peran guru penggerak antara lain : menjadi pemimpin pembelajaran; menggerakkan komunitas praktis; menjadi coach bagi guru lain; mendorong kolaborasi antar guru; dan mewujudkan kepemimpinan peserta didik.

Setelah saya memiliki landasan filosofi terkait dengan pendidikan dan mengetahui nilai dan peran guru penggerak, selanjutnya saya belajar terkait dengan modul 1.3 yaitu visi guru penggerak. Visi merupakan cita cita atau impian. Saya kemudian merumuskan prakarsa perubahan dengan ATAP dan model BAGJA. Visi guru penggerak yang saya rumuskan yaitu “Terwujudnya Peserta Didik yang Berakarakter Kuat, Cerdas, Menguasai Teknologi, Peduli Lingkungan didasarkan pada Profil Pelajar Pancasila”.

Setelah saya sudah memiliki landasan berpikir, mengetahui nilai dan peran, merumuskan visi, selanjutnya saya mempelajari modul 1.4 Budaya Positif. Pada modul 1.4 ini mempelajari banyak hal antara lain disiplin positif Disiplin Positif dan Nilai-nilai Kebajikan Universal; Teori Motivasi, Hukuman dan Penghargaan, Restitusi; Keyakinan Kelas; Kebutuhan Dasar Manusia dan Dunia Berkualitas; Restitusi – Lima Posisi Kontrol dan Restitusi – Segitiga Restitusi. Berdasarkan pada modul 1.4 ini saya selaku guru penggerak  mulai bergerak untuk mewujudkan budaya positif di lingkungan sekolah.

Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep inti yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: disiplin positif, teori kontrol, teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Adakah hal-hal yang menarik untuk Anda dan di luar dugaan?

Terkait kata “Disiplin” berasal dari bahasa Latin, ‘disciplina’, yang artinya ‘belajar’. Kata ‘discipline’ juga berasal dari akar kata yang sama dengan ‘disciple’ atau murid/pengikut. Disiplin bisa bertanggungjawab terhadap apa yang dilakukan karena mengacu pada nilai nilai universal. Tujuannya adalah disiplin diri yang mana membuat orang menggali potensi menuju sebuah tujuan, apa yang dia hargai. 

Teori Kontrol, Dr. William Glasser dalam Control Theory atau Choice Theory, meluruskan beberapa miskonsepsi tentang makna ‘kontrol’. Selama ini kita menganggap bisa mengkontrol orang lain. Dalam jangka waktu yang pendek mungkin bisa, akan tetapi kalau dalam jangka waktu yang panjang tidak bisa. Yang bisa mengkontrol adalah dirinya sendiri. Kita berusaha  memahami pandangan orang lain tentang dunia dikarenakan semua perilaku memiliki tujuan.

Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, menyatakan ada 3 motivasi perilaku manusia: (1) untuk menghindari ketidaknyamanan/hukuman, (2) untuk mendapatkan imbalan dari orang lain, (3) Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya.  Untun no 1 dan 2 termasuk dalam motivasi eksternal, sedangkan nomor 3 merupakan motivasi internal yang merupakan tujuan disiplin positif.

Hukuman dan Penghargaan selain memiliki sisi positif juga terdapat sisi negatif. Hal ini tidak cocok dikaitkan dengan budaya positif. Pengaruh baik jangka pendek maupun jangka panjang yang tidak baik. Adanya hukuman membuat rasa sakit, trauma bahkan mungkin bisa jadi dendam. Sedangkan penghargaan bisa menyebabkan penurunan kualitas, mematikan kreatifitas dan mengurangi motivasi intrinsik.

Posisi kontrol guru, berdasarkan pada teori Kontrol Dr. William Glasser, Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat Rasa Bersalah, Teman, Pemantau dan Manajer. Saya sebagai seorang guru harus mampu menjadi posisi kontrol manajer.

konsep 5 Kebutuhan Dasar Manusia menurut Dr. William Glasser dalam “Choice Theory” yaitu bertahan hidup, kasih sayang dan rasa diterima, penguasaan, kebebasan, dan kesenangan. Ketika seorang murid melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan, atau melanggar peraturan, hal itu sebenarnya dikarenakan mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka. Sehingga seseorang harus memenuhi kebutuhan dasarnya.

“keyakinan’, yaitu nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati secara tersirat dan tersurat, lepas dari latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan tertulis tanpa makna. Berikut ini Keyakinan kelas bersifat lebih ‘abstrak’ daripada peraturan, yang lebih rinci dan konkrit. Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal. Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif. Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh semua warga kelas. Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut.  Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas lewat kegiatan curah pendapat. Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu.

Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat. Adapun ciri dari restitusi antara lain bukan untuk menebus kesalahan, namun untuk belajar dari kesalahan; memperbaiki hubungan; berupa tawaran bukan paksaan, berfokus pada solusi dsb. Adapun segitiga restitusi menurit Gossen meliputi menstabilkan identitas, validasi kebutuhan dan menanyakan keyakinan.

Saya sangat tertarik sekali dengan modul 1.4. Berkaitan dengan upaya untuk budaya positif. Selama ini yang saya lakukan dalam proses mendisiplinkan anak berupa hukuman dan penghargaan. Saya belum melaksanakan restitusi. Mungkin dalam jangka waktu pendek, murid menjadi patuh, namun bukan menjadi sebuah budaya. Murid disiplin kalau ada gurunya saja atau murid disiplin hanya di sekolah saja. Kaitannya dengan posisi kontrol guru, selama ini ternyata saya berperan sebagai teman. Dalam hal ini memiliki kelemahan. Selanjutnya saya berupaya untuk menerapkan peran sebagai seorang manajer.

Perubahan apa yang terjadi pada cara berpikir Anda dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah Anda setelah mempelajari modul ini?

Banyak sekali perubahan yang saya alami setelah belajar terkait dengan budaya positif. Selama ini hanya melakukan hukuman dan penghargaan agar mendapatkan kepatuhan. Ternyata itu keliru. Hal tersebut termasuk dalam motivasi eksternal. Padahal dalam budaya positif harus bisa menumbuhkan motivasi internal. Adanya kesalahan yang dilakukan oleh anak, selama ini kita tidak mau tahu apa alasannya yang penting melanggar aturan ya harus menanggung konsekuensi. 

Budaya positif tidak bisa dilakukan sendiri melainkan harus ada kolaborasi antar guru dan juga peserta didik sendiri. Guru diharapkan mampu memberi konsultasi, motivasi dan inspirasi bagi peserta didik. Saya ingin menjadi guru yang dirindukan kedatangannya di kelas. Saya ingin melakukan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Sehingga peserta didik bisa muncul motivasi intrinsik. Peserta didik disiplin bukan karena takut paksaan atau ingin mendapatkan imbalan melainkan itu merupakan nilai yang dimiliki dan dihargai.

Pengalaman seperti apakah yang pernah Anda alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif baik di lingkup kelas maupun sekolah Anda?

Pengalaman saya terkait dengan budaya positif yaitu ketika ada anak yang melanggar aturan sekolah misalnnya saja peserta didik yang melanggar aturan berkendara. Dalam hal ini yang saya lakukan adalah menanyakan kepada peserta didik terkait alasan tidak tertib berkendara. Biasanya, untuk terkait berkendara, ya peserta didik yang itu itu saja yang melakukan pelanggaran. Beberapa kali pembinaan masih melanggar, biasanya yang saya lakukan adalah memberikan konsekuensi yaitu melakukan bakti sosial. Selain itu juga berkoordinasi dengan wali kelas dan juga tim penegak kedisiplinan sekolah.

Bagaimanakah perasaan Anda ketika mengalami hal-hal tersebut?

Perasaan yang saya alami dalam hal ini bercampur campur. Pada satu sisi saya senang bisa menengakkan kedisiplinan di sekolah. Apabila seseorang tidak mampu untuk disiplin, membutuhkan orang lain untuk mendisiplinkan. Apalagi dalam hal ini disiplin belum menjadi budaya. Tapi pada satu sisi kadang merasa kasihan dengan anak. Misalnya saja dengan anak yang datang terlambat datang ke sekolah. Saat ditanya penyebabnya dikarenakan bangun kesiangan. Alasan peserta didik kesiangan karena malamnya main game. Dalam hal ini memang dari peserta didiknya belum muncul motivasi intrinsik.

Menurut Anda, terkait pengalaman dalam penerapan konsep-konsep tersebut, hal apa sajakah yang sudah baik? Adakah yang perlu diperbaiki?

Menurut saya sekolah saya sudah menerapkan budaya positif di sekolah, hal itu diwujudkan dengan kegiatan kegiatan budaya positif seperti piket halaman, piket kamar mandi, gerakan sarapan gratis, sholat berjamaah, kegiatan literasi setiap pagi mendukung dalam pembentukan karakter budaya positif. Segala  kegiatan tersebut diharapkan menjadi budaya peserta didik bukan hanya didalam dinding sekolah, melainkan dalam kehidupan sehari hari. Perlu diperbaiki adalah kolaborasi dan sinergi dengan semua pihak warga sekolah dalam mewujudkan budaya positif. 

Sebelum mempelajari modul ini, ketika berinteraksi dengan murid, berdasarkan 5 posisi kontrol, posisi manakah yang paling sering Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda saat itu? Setelah mempelajari modul ini,  posisi apa yang Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda sekarang? Apa perbedaannya? 

Selama ini yang sering saya lakukan posisi sebagai teman. Perasaan yang saya rasakan senang dikarenakan hubungan antara guru dengan murid tidak berjarak jauh. Secara usia juga tidak terpaut jauh. Saya gen Milenial, sedangkan peserta didik Gen Z. Hubungan yang terjalin antara guru dengan peserta didik berjalan dengan baik. Apalagi selama ini saya lama dibimbingan belajar yang mana hubungan tentor dengan muridnya sangat dekat. Tapi setelah mempelajari modul ini, posisi sebagai teman memiliki kelemahan. Salah satunya adalah bila suatu saat guru tersebut tidak membantu maka murid akan kecewa. Murid merasa dikecewakan, dan tidak mau lagi berusaha. Hal lain yang mungkin timbul adalah murid hanya akan bertindak untuk guru tertentu, dan tidak untuk guru lainnya. Murid akan tergantung pada guru tersebut.

Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi permasalahan murid Anda? Jika iya, tahap mana yang Anda praktekkan dan bagaimana Anda mempraktekkannya?

Pernah, walaupun saya baru tahu kalau yang saya lakukan disebut dengan segitiga restitusi.

Tahapnya meliputi (1) menstabilkan identitas, (2) validasi tindakan yang salah, (3) menanyakan keyakinan. menstabilkan identitas dilakukan dengan memberikan kata kata yang menenangkan peserta didik yang berbuat salah, misalnya saja “Berbuat salah itu tidak apa-apa”.  Kemudian melakukan tahap kedua yaitu validasi tindakan yang salah misalnya dengan mananyakan kepada peserta didik mengapa melakukan kesalahan tersebut. Saya mencoba memahami mengapa peserta didik melakukan hal tersebut.  Selanjutnya yang ketiga menanyakan keyakinan misalnya bertanya terkait bagaiman aturan yang ada di sekolah kita. Mungkin secara garis besar sudah dilaksanakan, akan tetapi masih terdapat hal hal yang perlu diperbaiki lagi.

Selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul ini, adakah hal-hal lain yang menurut Anda penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah?

Dalam menciptkan budaya positif harus melibatkan seluruh warga sekolah. Tidak hanya dilakukan oleh guru satu dua, melainkan semuanya. Juga keterlibatan aktif dari peserta didik untuk menumbuhkan motivasi intrinsik. Selain itu guru seharusnya memiliki kemampuan terkait dengan psikologi anak. Sehingga peserta didik menjadi lebih bersungguh-sungguh dalam belajar ketika psikologinya dibimbing oleh guru dengan baik. Dengan pendekatan psikologi dari guru lewat interaksi dan komunikasi yang menyenangkan, menjadikan proses pemahaman pembelajaran kepada peserta didik  menjadi lebih mudah.

Rancangan Tindakan Untuk Aksi Nyata

Judul Modul        : Pembuatan Keyakinan Kelas di SMAN 1 Jogorogo

Nama Peserta      : Peserta Didik SMAN 1 Jogorogo

Latar Belakang :

Salah satu upaya dalam menerapkan disiplin positif yaitu dengan membentuk keyakinan kelas. Selama ini peraturan yang ada dibuat oleh guru tanpa melibatkan peserta didik. Sehingga peserta didik melakukan aturan yang ada perasaan takut dan tertekan. Kepatuhan akan aturan dikarenakan keterpaksaan saja, bukan berasal dari dalam peserta didik. Oleh karena itu dalam rangka menumbuhkan motivasi intrinsik yakni dengan membuat keyakinan kelas.

Tujuan :

  1. Membuat keyakinan kelas yang digali dari nilai nilai kebajikan universal yang diyakini oleh peserta didik.
  2. Terwujudnya budaya positif melalui pemahaman bersama tentang penerapan keyakinan sekolah dan keyakinan kelas sebagai wujud kesepakatan bersama.
  3. Sebagai bagian dari penerapan segitiga restitusi dalam penyelesaian masalah murid di sekolah.
  4. Menciptakan kenyamanan belajar bagi murid dengan menerapkan posisi kontrol manager.
  5. Adanya komunikasi antara peserta didik dengan guru, sehingga membuat guru mengetahui apa yang diinginkan oleh peserta didik

Tolak akur : Setiap kelas terdapat keyakinan kelas

Linimasa Tindakan yang akan dilakukan :

  1. Melapor kepada kepala sekolah terkait program kerja yang ingin dicapai
  2. Menyusun rencana kerja penerapan keyakinan sekolah dan kelas serta restitusi menyusun indikator ketercapaian penerapan keyakinan sekolah/kelas dan restitusi.
  3. Mempersiapkan peralatan terkait dengan penyusunan keyakinan kelas salah satunya kertas HVS berwarna.
  4. Mensosialisasikan terkait dengan pembuatan keyakinan kelas.
  5. Mendampingi peserta didik dalam membuat keyakinan kelas.
  6. Terdapat poster atau bagan tentang keyakinan kelas
  7. Mengevaluasi rencana program kerja dan mengevaluasi serta menyusun umpan balik terkait program yang telah dirancang

    Dukungan yang dibutuhkan

    1. Dukungan dari kepala sekolah
    2. Keikutsertaan guru dan karyawan dalam menerapkan posisi kontrol dan segitiga restitusi
    3. Peserta yang aktif dalam mencurahkan nilai nilai kebajikan universal yang diyakini.
    4. Membangung komunikasi dengan seluruh warga di sekolah terkait program kerja yang telah disusun.