Kerajaan Mataram Kuno

Sejarah Kerajaan Mataram KunoDi Jawa Tengah pada abad ke-8 M telah berdiri sebuah kerajaan, yakni Mataram. Mataram yang bercorak Hindu-Buddha ini diperintah oleh dua dinasti (wangsa) yang berbeda, yaitu Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra. Ibukota Mataram adalah Medang atau Medang Kamulan hingga tahun 925. Pada Prasasti Canggal terdapat kata-kata “Medang i bhumi Mataram”. Namun, hingga sekarang letak pasti ibukota ini belum diketahui (kecuali ada sebuah desa bernama Mendang di Purwodadi, Semarang). Awalnya kerajaan berkembang di Jawa Tengah, kemudian dipindahkan oleh Mpu Sindok[1] ke Jawa Timur.

Kehidupan Politik

Menurut prasasti Canggal, raja yang mula-mula memegang kekuasaan Kerajaan Mataram adalah Sanna, kemudian digantikan oleh Raja Sanjaya. Sementara itu, silsilah raja-raja Mataram dimuat di dalam prasasti Mantyasih, yang ditemukan di daerah Kedu. Menurut prasasti yang berangka tahun 907 M itu, raja Mataram secara urut adalah Raja Sanjaya, Rakai Panangkaran, Rakai Panunggalan, Rakai Warak, Rakai Garung, Rakai Pikatan, Rakai Kayuwangi, Rakai Watuhumalang, dan Rakai Watukura Dyah Balitung. Raja-raja tersebut berasal dari wangsa Sanjaya.

Kerajaan Mataram diperintah oleh dua dinasti yaitu wangsa Sanjaya (Hindu Syiwa) dan wangsa Syailendra (Buddha). Dinasti Syailendra yang bercorak Buddha mengembangkan berpusat di Jawa Tengah bagian selatan, sedangkan Dinansti Sanjaya yang bercorak Hindu berpusat di Jawa Tengah bagian utara. Raja- raja yang berasal dari wangsa Syailendra antara lain Bhanu, Wisnu, Indra, dan Samaratungga atau Samagrawira. Kedua dinasti itu akhirnya menyatu setelah terjadi pernikahan antara Rakai Pikatan dengan Pramodwawardhani (putri dari Samaratungga). Sementara itu, putra Samaratungga yang lain yaitu Balaputradewa[2] menyingkir ke Sriwijaya setelah gagal merebut kekuasaan Mataram. Kekuasaan Mataram kemudian dipegang oleh dinasti Sanjaya hingga abad X di bawah Raja Wawa. Inilah saat Mataram mengalami masa surut dan pindah ke Jawa Timur di bawah Mpu Sendok.

Kehidupan Sosial Budaya

Prasasti Canggal yang ditemukan di halaman Candi Gunung Wukir itu juga menceritakan pendirian lingga(lambang Syiwa) di Desa Kunjarakunja oleh Raja Sanjaya. Sementara itu, menurut prasasti Kalasan, Raja Panangkaran mendirikan bangunan suci untuk Dewi Tara dan biara untuk pendeta. Raja Panangkaran juga menghadiahkan desa Kalasan untuk para sanggha. Bangunan yang tertera di dalam prasasti Kalasan itu adalah Candi Kalasan. Sementara itu, menurut prasasti Klurak yang ditemukan di Prambanan, Raja Indra yang bergelar Sri Sanggramadananjaya membuat arca Manjusri (candi Sewu). Keberadaan Kerajaan Mataram juga didukung oleh sejumlah bukti berupa candi[3]. Misalnya, kompleks candi di Pegunungan Dieng, Candi Gedong Songo, Candi Canggal(Jawa Tengah bagian utara), Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Plaosan, Candi Prambanan, Candi Kalasan, Candi Pawon, dan Candi Sambisari (Jawa Tengah bagian selatan).

Kehidupan Ekonomi

Dalam kehidupan bidang perekonomian, tidak disebutkan dalam berbagai prasasti yang berhasil ditemukan. Hanya saja, ditilik dari posisinya, Kerajaan Mataram terletak di pedalaman. Daerahnya dikelilingi oleh sungai-sungai besar seperti Progo, Elo, Bogowonto, dan Bengawan Solo. Letak itu menyebabkan tanahnya subur dan padat penduduknya. Dalam perkembangannya, Raja Balitung mengembangkan kehidupan pelayaran dengan memanfaatkan Sungai Bengawan Solo.

Sumber:

Hendrayana. 2009. Sejarah 2 : Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah Program IPS Jilid 2 Kelas XI. Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan nasional

Imtam Rus Ernawati, Nur Siwi Ismawati. 2009. Sejarah : Kelas XI Untuk SMA/MA Program Bahasa. Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan nasional

Tarunasena. 2009. Sejarah 2 : SMA/MA untuk kelas XI Semester 1 dan 2 Program Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan nasional

[1] Mataram Kuno dipindahkan oleh Mpu Sindok ke Jawa Timur. Kemudian Mpu Sindok mendirikan wangsa/dinasti Isyana. Ada beberapa faktor yang menyebabkan Mataram dipindah ke Jawa Timur antara lain (a) adanya bencana alam berupa gunung meletus, (b) menghindari serangan dari Kerajaan Sriwijaya, (c) adanya pertimbangan Ekonomi yang mana untuk mendapatkan pelabuhan yang penting bagi perdagangan.

[2]Setelah bertikai dengan Pikatan dan kalah, Balaputeradewa kemudian melarikan diri ke Sriwijaya, dan menjadi raja di sana, karena Balaputeradewa memunyai darah Sriwijaya dari ibunya, Dewi Tara, yang merupakan keturunan Sriwijaya. Di Kerajaan Sriwijaya menjadi raja terbesar bersumber pada prasasti Nalanda dan Prasasti Ligor.

[3] Candi di Jawa Tengah terbagi menjadi dua corak yaitu Candi Jawa Tengah bagian utara dan Candi Jawa Tengah bagian Selatan. Tapi pada umumnya ciri Candi yang bercorak Jawa Tengah antara lain: (a) Bentuk bangunan tampak lebih gemuk, terbuat dari batu andesit. (b) Atapnya berbentuk undak-undakan dan puncaknya berbentuk stupa atau ratna. (c) Pada pintu dan relung terdapat hiasan bermotif makara (makara adalah perwujudan seekor binatang laut besar yang diidentikkan dengan buaya, hiu, lumba-lumba, sebagai binatang luar bias). (d) Reliefnya timbul agak tinggi dan lukisannya bercorak naturalis (dua dimensi). (e) Letak candi utama terletak di tengah-tengah halaman komplek candi muka candi menghadap ke arah timur

Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *