Kerajaan Medang Kamulan

patung-airlanggaMedang Kamulan dapat dikatakan sebagai kelanjutan Mataram karena ia tak lain adalah ibukota Mataram. Nama kamulan bisa dianggap sebagai perubahan kata “kamulyaan” atau “kemulian”. Namun, sebagian ahli berpendapat, Medang Kamulan adalah ibukota Kediri atau Jenggala. Adapula yang menyebutnya Kerajaan Kahuripan. Keberadaan Medang Kamulan merupakan kelanjutan dari Kerajaan Mataram Kuno yang dipindah oleh Mpu Sindok dari Jawa Tengah menuju Jawa Timur.

Alasan Mpu Sindok memindahkan Mataram ke Jawa Timur adalah:

  1. Untuk menghindari bahaya gunung berapi,
  2. Menjauhkan diri dari ancaman Sriwijaya, serta
  3. Tanah di Jawa Timur lebih subur untuk pertanian dan baik pula untuk perdagangan.

Dalam perkembangannya, wilayah Medang Mataram meliputi daerah Nganjuk sebelah barat, Pasuruan, Surabaya, dan Malang.

Prasasti yang mengisahkan Medang Kamulan, yakni:

  1. Prasasti Mpu Sindhok, menceritakan masa pemerintahan Mpu Sindhok
  2. Prasasti Kalcutta, menceritakan awal mula silsilah Dinasti Isana sampai zaman pemerintahan Airlangga.
  3. Prasasti Tengaran (933 M) menyebutkan bahwa Mpu Sindok memerintah bersama istrinya, Sri Wardani Pu Kbin (Rakryan Bawang).
  4. Prasasti Lor (939 M) dekat Nganjuk, berisi perintah membuat candi bernama Jayamrata dan Jayastambo di desa Anyok Lodang untuk memeringati kemenangan Mpu Sindok.
  5. Prasasti Bangil berisi pembuatan candi untuk pemakaman ayahanda Mpu Sindok dan sang permaisuri, Rakryan Bawang

Raja Mpu Sindok

Mpu Sindok bergelar Sri Maharaja Raka i Hino Sri Isana Wikrama Dharmatunggadewa. Raja ini memerintah selama 20 tahun. Ia memiliki seorang permaisuri, bernama Sri Wardhani Pu Kbin. Menurut berita prasasti, Sindok memerintah dengan adil dan rakyatnya makmur. Salah satunya prestasi Sindok adalah membangun sebuah bendungan sebagai tanggul dan menanami bendungan tersebut dengan ikan. Meski beragama Hindu-Siwa, Mpu Sindok bertoleransi terhadap agama Buddha. Salah satu kitab umat Buddha berjudul Sang Hyang Kamahayanikan diterbitkan pada masa pemerintahannya.

Raja Dharmawangsa Teguh

Mpu Sindok digantikan Sri Isana Tunggawijaya, puteranya. Setelah Tunggawijaya, Medang Kamulan diperintah oleh Dharmawangsa Teguh, cucu Mpu Sindok. Dharmawangsa Teguh adalah raja Medang Kamulan yang paling tersohor. Semasa pemerintahannya, Teguh berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dengan mengembangkan pertanian dan perdagangan. Namun, usahanya ini terhambat oleh Sriwijaya yang ingin menguasai perdagangan Jawa dan Sumatera.

Untuk merebut perairan Selat Malaka dari dominasi pedagang-pedagang Sriwijaya, Teguh mengirimkan tentaranya pada 1003 M, namun tidak berhasil. Bahkan Sriwijaya mampu memukul balik Medang Kamulan. Kekalahan Medang Kamulan atas Sriwijaya ini bermula dari pemberontakan penguasa Wurawuri. Awalnya, Wurawuri merupakan kerajaan kecil bawahan Medang Kamulan. Namun karena dihasut orang-orang Sriwijaya, raja Wurawuri nekad mengudeta pemerintahan Medang Kamulan. Gerakan Wurawuri ini terjadi ketika di Medang Kamulan sedang dilangsungkan pesta pernikahan Airlangga dengan puteri Dharmawangsa Teguh. Airlangga adalah putera Raja Bali Udayana dengan Mahendradatta (saudari Dharmawangsa Teguh). Peristiwa berdarah ini dinamai Pralaya Medang. Medang Kamulan hancur dan Dharmawangsa tewas. Pralaya atau perlaya berarti “runtuh” atau “mati”.

Raja Airlangga

Pada peristiwa Pralaya, Airlangga berhasil meloloskan diri bersama para pengikutnya yang setia, Narottama. Dalam pelariannya, Airlangga diterima oleh para brahmana yang bersimpati. Kemudian, Airlangga digembleng oleh para brahmana itu. Airlangga lalu dinobatkan menjadi raja Medang Kamulan pada 1019 M, pusat pemerintahan pun beralih ke Kahuripan. Medang Kamulan mencapai puncak kejayaan pada masa Airlangga. Kisah hidup Airlangga kemudian dituturkan dalam Kitab Arjuna Wiwaha karya Mpu Kanwa.

Pada Prasasti Calcuta dijelaskan berbagai hal tentang Airlangga yaitu:

  1. menguraikan silsilah Airlangga (Airlangga adalah putra Raja Udayana dari Bali),
  2. kisah peristiwa penyerangan Raja Wurawari dari Wengker,
  3. kisah pelarian Airlangga ke Bukit Wonogiri diikuti Narottama,
  4. pendirian pertapaan di Pucangan, dan
  5. peperangan Airlangga dengan Raja Wurawari.

Airlangga bergelar Sri Maharaja Rake Halu Lokeswaram Dharmawangsa Airlangga. Kebijakan Raja Airlangga antara lain:

  1. Menaklukkan raja-raja yang dulu merupakan bawahan Medang. Raja Bisaprabhawa ditaklukkan tahun 1029, Raja Wijayawarman dari Wengker ditundukkan tahun 1030, Raja Adhamapanuda ditaklukkan tahun 1031. Raja Wurawari, musuh bebuyutannya, ditaklukkan tahun 1035.
  2. Memindahkan ibukota ke wilayah Kahuripan di Jawa Timur.
  3. Memperbaiki Pelabuhan Hujung Galuh di muara Sungai Brantas.
  4. Membangun candi dan asrama sebagai tempat beribadah para brahmana di daerah Pucangan.
  5. Membangun Waduk Waringin Sapta sebagai pencegah banjir dan mengairi lahan pertanian.
  6. Membangun jalan-jalan yang menghubungkan daerah pesisir pantai ke pusat Kerajaan.
  7. Menguasai Sriwijaya dengan mengawini putri dari Sriwijaya yang melahirkan Samarawijaya dan Panji Garasakan

Airlangga memutuskan mundur sebagai raja. Ia memilih menjadi seorang pertapa dengan sebutan Resi Gentayu. Ia meninggal pada 1049 M dan disemayamkan di Gunung Penanggungan, di sekitar Komplek Candi Belahan. Pewaris takhta Medang Kamulan seharusnya adalah puteri Airlangga yang lahir dari permaisuri, yakni Sri Sanggramawijaya. Namun, karena Sanggramawijaya juga memilih hidup menjadi pertapa, takhta beralih kepada putera Airlangga dari selir. Untuk mencegah kemungkinan perang saudara, Mpu Bharada, seorang petinggi istana, membagi Medang Kamulan menjadi dua;

  1. Panjalu (disebut juga Kediri) diberikan kepada Samarawijaya dengan ibu kota Daha,
  2. Jenggala diberikan kepada Panji Garasakan dengan ibu kota Kahuripan.

Wilayah Jenggala meliputi hampir sebagian Jawa Timur, wilayah Kediri (Panjalu) mencakupi Jawa Timur dan sebagian Jawa Tengah. Dengan demikian, berakhirlah Medang Kamulan dan Dinasti Isana.

No Comments

Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *