Pemberontakan APRA
|Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) dibentuk oleh Kapten Raymond Westerling pada tahun 1949. Ratu Adil adalah mitos tentang datangnya seorang pahlawan yang akan membawa keselamatan dan kemakmuran. Nama ratu adil digunakan untuk menarik simpari rakyat terhadap apa yang dilakukan oleh kelompok ini. APRA adalah milisi bersenjata yang anggotanya terutama berasal dari tentara Belanda: KNIL, yang tidak setuju dengan pembentukan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) di Jawa Barat, yang saat itu masih berbentuk negara bagian Pasundan.
Basis pasukan APRIS di Jawa Barat adalah Divisi Siliwangi. APRA ingin agar keberadaan negara Pasundan dipertahankan sekaligus menjadikan mereka sebagai tentara negara federal di Jawa Barat. Karena itu, pada Januari 1950 Westerling mengultimatum pemerintah RIS. Ultimatum ini segera dijawab Perdana Menteri Hatta dengan memerintahkan penangkapan terhadap Westerling.
APRA malah bergerak menyerbu kota Bandung secara mendadak dan melakukan tindakan teror. Puluhan anggota APRIS gugur, salah satu yang meninggal dunia adalaha letkol Lembong. Diketahui pula kemudian kalau APRA bermaksud menyerang Jakarta dan ingin membunuh antara lain Menteri Pertahanan Sultan Hamengkubuwono IX dan Kepala APRIS Kolonel T.B. Simatupang. Namun semua itu akhirnya dapat digagalkan oleh pemerintah.
Di Jakarta gerakan APRA ini dilakukan dengan bekerja sama dengan Sultan Hamid II yang merancang suatu coup d’etat (perebutan kekuasaan) dengan jalan melakukan serbuan terhadap Sidang Kabinet dan membunuh para menteri Republikein. Namun gerakan tersebut dapat dicegah, sehingga para pelakunya termasuk Sultan Hamid II ditangkap dan kemudian diadili.
Cara mengatasi pemberontakan APRA adalah dengan melakukan operasi milter dan melakukan perundingan dengan pemerintah Belanda. Pemberontakan dapat ditumpas dan Westerling kemudian melarikan diri ke Belanda.