Penyelesaian Konflik Sudan

Konflik Sudan sebenarnya sudah dimulai semenjak kemerdekaan Sudan dari Inggris pada tahun 1956. Konflik Sudan dilatarbelakangi oleh adanya ketimpangan perekonomian di Sudan bagian utara dengan Sudan Selatan. Selain itu juga disebabkan oleh perbedaan etnis, Sudan bagian utara mayoritas etnis Arab dan beragama Islam, sedangkan Sudan Selatan mayoritas Etnis Negorid yang menganut Animisme dan Kristen. Awal konflik dipicu oleh adanya keputusan Presiden Nimeiri yang mengumukan adakan menjalankan hukum syariat Islam di seluruh wilayah Sudan pada tahun 1983. Hal tersebut ditentang oleh kelompok bersenjata Sudan People’s Liberation Army (SPLA) yang dipimpin oleh John Garang de Malibor.

John Garang de Mabior pemimpin SPLA

Pada tahun 1985, Presiden Nimeiri lengser karena kudeta.

Pada tahun 1986 diadakan Pemilu di Sudan. Pemerintah baru hasil pemilu kemudian melakukan perundingan dengan SPLA. Tujuannya adalah untuk mengakhiri darurat nasional. SPLA menuntut pemerintah untuk menghapuskan pelaksanaan hukum Islam di Sudan. Perundingan gagal menghasilkan kesepakatan hal ini dikarenakan mendapat tentangan dari kelompok islam yang bernama National Islamic Front (NIF).

Konflik bersenjata antara pemerintah Sudan dengan SPLA terus berlanjut. Pemerintah Sudan mendapatkan suplai senjata dari Uni Soviet dan Cina. Sedangkan SPLA mendapatkan suplai senjata dari negara tetangga seperti  Ethiopia, Uganda bahkan Amerika Serikat.

Pada tahun 1990, masalah semakin kompleks setelah adanya kelompok baru yang ikut bertikai yaitu munculnya National Democratic Alliance (NDA) yang merupakan kelompok oposisi terhadap pemerintah pusat yang berada di daerah Sudan Timur.

Pada tahun 2002 dilakukan gencatan senjata kemudian dilanjutkan dengan perjanjian damai pada tahun 2005. Daerah Sudan selatan mendapatkan otonomi. John Garang de Mabior selaku ketua dari SPLA kemudian diangkat menjadi wakil presiden mendapingi Omar al Bashir sebagai presiden Sudan.

Peta wilayah Sudan dan Sudan Selatan

Pada tanggal 9 Juli 2011 diadakan referendum di daerah Sudan Selatan. Refendum ini merupakan kelanjutan dari Perjanjian damai komprehensif yang dilakukan di Nairobi Kenya antara Pemerintah pusat Sudan dengan SPLA. Hasil referendum sebanyak 3.792.518 atau 98,83 % memilih untuk kemerdekaan Sudan Selatan. Sebagai presiden Sudan Selatan adalah Salva Kiir Mayardit. Juna dijadikan ibukota dari Sudan Selatan.

Bendera Sudan
Bendera Sudan Selatan

Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *