Perubahan Paradigma Pembelajaran
|Sistem pendidikan di Indonesia memiliki sejarah yang panjang. Mulai dari sistem pemerintahan orde lama, orde baru hingga reformasi, telah bermunculan berbagai macam problem dalam pendidikan, diantaranya masalah pemerataan, efisiensi, relevansi dan mutu pendidikan. Problem pendidikan ini telah membawa Indonesia dalam kanca dunia Ineternasional pada posisi ke-2 dari terakhir. Hal ini tak lepas dari sistem pendidikan kita yang tidak dijalankan secara optimal.
Pada dasarnya tingkat keberhasilan belajar mengajar dipengaruhi banyak faktor diantaranya kemampuan guru, kemampuan dasar siswa, metode pembelajaran, materi, sarana prasarana, motivasi, kreativitas, alat evaluasi serta lingkungan yang kesemuanya merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan yang bekerja secara terpadu untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Meskipun tujuan dirumuskan dengan baik, materi yang dipilih sudah tepat, jika metode pembelajaran yang dipergunakan kurang memadai bisa jadi tujuan yang diharapkan tidak tercapai dengan baik. Jadi metode pembelajaran merupakan salah satu komponen yang penting dan sangat menguntungkan dalam keberhasilan proses pendidikan.
Perubahan paradigma didorong oleh hasil analisis mutakhir yang menunjukkan bahwa sistem yang dianut tidak lagi memberi hasil atau keuntungan yang memuaskan. Perubahan paradigma membawa perubahan mindset, dan perubahan mindset membawa implikasi operasional sejalan dengan tujuan yang akan dicapai oleh perubahan paradigma. Apabila digambarkan sebagai suatu bagan alir, maka perubahan di satu titik akan mempengaruhi aktivitas berikutnya, baik dalam aliran linear maupun paralel, sehingga tampak gambar networking yang kompleks.[1]
Kompleksitas networking tadi perlu dikelola secara efisien, terukur, terpantau, dan terpadu agar tujuan perubahan paradigma dapat tercapai secara mudah dan ekonomis. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan penataan ulang organisasi yang di dalamnya terkandung kearifan agar tidak terjadi benturan maupun selisih pendapat yang tajam, atau untuk meminimalisasi masalah yang timbul sebagai akibat dari perbedaan pendapat. Kearifan memerlukan sinergi dan keterpaduan intelligent quotient, emotional quotient, dan spiritual quotient. Kearifan yang telah dimiliki oleh para staf senior perlu diorganisasi dalam aktivitas yang rasional, mudah dipahami dan diikuti oleh orang lain, serta menimbulkan inspirasi di kalangan para staf yunior dan para mahasiswa sehingga tercipta suatu gerakan saiyeg saeka kapti, saiyeg saeka praya (bahu‑membahu dalam satu tekad yang bulat). Dapat dipastikan bahwa setiap langkah pembaharuan atau perubahan akan menimbulkan gejolak; dalam hal ini diperlukan manajemen perubahan agar gejolak yang timbul dapat diminimalisasi.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat, namun proses pembelajaran yang mewarnai dunia pendidikan kita saat ini (sekolah dasar dan sekolah menengah) sekarang ini masih di dominasi oleh guru. Metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru adalah “I give the Lesson, you listen” merupakan suatu metode pembelajaran yang hampir tidak bisa dilapaskan dari sosok seorang guru. Karena proses mentransformasi pengetahuan kepada siswa masih bersifat konvensional, guru hanya bisa dengan metode ceramah satu arah dan siswa duduk sebagai pendengar.
Pada masyarakat dalam dunia pendidikan formal, siswa sadar akan apa yang ingin dicapainya. Dalam proses pembelajaran, peserta didik merupakan pemegang hak, maka tujuan pembelajaran harus sesuai dengan keinginan peserta didik. Guru sebagai fasilitator dan mengfasilitasi proses pembelajaran untuk mencapai hasil atau tujuan dari pembelajaaran itu sendiri.
Perubahan paradigma dalam proses pembelajaran yang awalnya berpusat pada guru (techer centred) menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa (learning centred) diiharapkan mampu mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dalam membangun pengetahuan, sikap dan prilaku. Melalui proses pembelajaran dengan keterlibatan aktif siswa ini berarti guru tidak mengambil hak anak untuk belajar dalam arti yang sesungguhnya. Dalam proses pembelajaran yang berpusat pada siswa, maka siswa memperoleh kesempatan dan fasilitasi untuk membangun sendiri pengetahuannya sehingga mereka akan memperoleh pemahaman yang mendalam (deep learning), dan pada akhirnya dapat meningkatkan mutu kualitas siswa.[2]
Pergeseran Paradigma pembelajaran dari Teacher-Centred ke Student-Centred Learning sekiranya dapat merubah kualitas pendidikan kita saat ini. Perubahan paradikma ini bukan lagi bagaimana guru mengajar dengan baik tetapi bagaimana siswa dapat belajar dengan baik. Guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusia-manusia berkualitas. Pendidikan memerlukan inovasi-inovasi yang sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tanpa mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan. Pendidikan juga dipandang sebagai sarana untuk melahirkan insan-insan yang cerdas, kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif dan berbudi pekerti luhur.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk melakukan inovasi dalam dunia pendidikan. Inovasi yang dilakukan biasanya dilakukan dengan memperhatikan tiga alasan penting, yaitu efisien, efektif dan kenyamanan. Efisien maksudnya waktu yang tersedia bagi guru harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Efektif maksudnya pelajaran yang diberikan harus menghasilkan hasil yang bermanfaat bagi siswa atau masyarakat, sedangkan kenyamanan berarti sumber belajar, media alat bantu belajar, metode yang ditentukan sedemikian rupa sehingga memberikan gairah belajar mengajar bagi siswa dan guru. Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan pemerintah, guru, dan orang tua selalu berupaya untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.
Dalam rangka meningkatkan daya saing bangsa, sangatlah penting untuk mengadopsi metode pembelajaran yang sesuai untuk pencapaian tujuan pembelajaran, dengan melakukan pergeseran dari “teaching centered” ke “learning centered”, mengakomodasi kebutuhan perimbangan antara keunggulan dan kesesuaian akademik untuk tujuan peningkatan kualitas, kebutuhan peserta didik , dan pendekatan belajar lain yang lebih lentur (HELTS 2003-2010).
Catatan: Materi didapatkan dari makalah yang disusun oleh Feri Candra Setiawan, Herliyana Rosalinda, Jamin Safi, Uni Ekowati, dan Yanuar Andaris yang merupakan mahasiswa Magister Pendidikan Sejarah FKIP UNS dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Transformasi Pendidikan yang diampu oleh Drs Djono, M.Pd
[1] Harsono, Kearifan dalam Transformasi Pembelajaran: dari Teacher-Center ke Student-Centered Learning. Jurnal Pendidikan Kedokteran dan Profesi Kesehatan Indonesia, Vol. I, No, 1, Maret 2006. Dalam http://ppp.ugm.ac.id/wp-content/uploads/jurnal_1.pdf
[2]Tina Aviatin,Pembelajaran Berbasis Student-Centred Learning dikutip dalam http://uripsantoso.files.wordpress.com/2011/06/pembelajaran_berbasis_scl1pdf