Gemesin

gemesin - donisaurusBeberapa waktu yang lalu orang-orang sering membicarakan masalah sejarah, Yanindra. Padahal biasanya orang-orang itu nggak terlalu suka dengan sejarah. Orang-orang selalu memandang hina terhadap sejarah. “Sejarah hanya masa lalu, dan masa lalu itu biarlah berlalu” kata mbak-mbak gemes itu beberapa bulan yang lalu. Eh…hari ini aku melihat mbak-mbak gemes itu sangat antusias sekali bercerita tentang peristiwa sejarah. Aku dari tadi hanya mesam mesem saja melihat mbak-mbak gemes itu dengan menggebu gebu bercerita tentang salah satu peristiwa sejarah. Saking semangatnya, banyak orang yang mlongo melihat penjelasan dari mbak-mbak gemes tadi, termasuk juga, Aku Yanindra.

Sejarah itu kadang membosankan tapi kadang-kadang menyenangkan, Yanindra. Kalau bahasaku sejarah itu gemesin. Semakin ingin menemukan jawaban, harus semakin banyak bertanya. Semakin banyak bertanya, bukannya ketemu jawabannya, malah muncul lagi pertanyaan selanjutnya. Pertanyaan sambung menyambung menjadi satu, jawabannya adalah sebuah ketidakpastian. Makanya orang-orang sering mendefinisikan sejarah sebagai peristiwa yang dianggap benar-benar terjadi pada masa lampau. Sejarah hanya anggapan seseorang Yanindra???

Sebagai seorang yang bergelut dengan materi sejarah, sebenarnya aku agak nggak terima sih Yanindra. Sejarah itu merupakan salah satu ilmu, lha namanya ilmu itu berarti tidak hanya anggapan melainkan harus ada pembuktian. Sisi empirisnya itu harus ada, Yanindra. Selain harus empiris, sejarah sebagai ilmu harus memiliki komponen yang lainnya seperti objek sejarah, dan metode sejarah. Mata pelajaran sejarah bukan hanya bualan semata, Yanindra. Melainkan cara mendapatkannya menggunakan langkah-langkah metodologis. Seperti mencari pacar juga tidak boleh sembarangan, harus melakukan berbagai tahapan agar mendapatkan pacar yang baik.

Ada berbagai tahapan dalam penulisan sebuah peristiwa sejarah, Yanindra. Dari penemuan sumbur, melakukan penyeleksian, penafsiran hingga penulisan. Setiap tahap harus dilalui dengan tepat dan cermat. Nah biasanya anggapan itu muncul pada tahap interpretasi alias penafsiran data, Yanindra. Antara seorang dengan orang lain mungkin akan berbeda terhadap penafsiran suatu peristiwa atau tokoh. Hal tersebut bisa dipengaruhi hal, Yanindra, baik itu latar belakang si penulis peristiwa sejarah, kedekatan antara penulis peristiwa sejarah dengan tokoh yang diwawancarai. Pada tahap inilah kemudian muncul subjektivitas dari para sejarawan. Untuk menghilangkan unsur subjektif itu memang sulit, Yanindra. Para sejarawan hanya dapat meminimalisir unsur subjektifitas tersebut. Soalnya sejarah yang baik adalah sejarah yang objektif, sesuai dengan kenyataannya.

Kegemesan itu muncul disaat terdapat satu peristiwa dengan banyak interpretasi alias penafsiran. Sejarawan satu menuliskan peristiwa itu adalah A, sedangkan sejarawan lainnya menuliskan B, padahal peristiwanya sama. Sejarawan yang lain bisa menguatkan teori dari sejarah A maupun sejarawan B, atau malah membuat penafsiran sendiri, C. Jadi disinilah kesimpangsiuran itu yang memunculkan perasaan gemas. Sebagai seorang yang suka dengan sejarah, mesti kamu pernah mengalami problematikan seperti itu kan Yanindra? Mau tanya siapa, kamu nggak tahu. Mau tanya langsung ke pelaku sejarahnya, eh pelakunya sudah nggak ada.

Contoh peristiwanya itu adalah G 30 S/PKI.

Peristiwa berdarah itu sampai saat ini banyak versinya, Yanindra. Aku sampek bingung dan bahkan pusing kepala. Mau cari kebenaran kepada siapa dan dimana, aku tidak tahu jawabannya. Untuk bertanya pada rumput yang bergoyang sekarang sudah tidak ada lagi. Soalnya rumput banyak yang dibakar dan menimbulkan asap yang katanya menyebabkan banyak penyakit. Peristiwa semalam itu sampai saat ini sulit sekali menemukan titik pencerahan. Satu peristiwa yang membawa dampak besar bagi negeri ini. Peristiwa besar yang setiap tanggal satu oktober diperingati. Sebuah peristiwa berdarah yang membuat bendera merah putih turun setengah tiang.

Satu peristiwa yang sama dengan nama yang berbeda, Yanindra. Ada G 30 S/PKI, terus kemudian ada lagi Gestok dan ada juga yang menyebut Gestapu. Coba bayangkan Yanindra, satu peristiwa yang sama memiliki tiga nama yang berbeda. Bukankah itu hal yang gemesin??? Yang semakin gemesin lagi itu,siapakah dalang dari peristiwa tersebut sampai saat ini masih simpang siur tiada kejelasan. Banyak versi tentang siapa dalang dari peristiwa tersebut membuat orang menjadi bingung.

Maka itu banyak orang yang pada dasarnya nggak suka tantangan kemudian berhenti untuk belajar sejarah dan kemudian membencinya. Sedangkan orang yang penasaran, akan semakin mencari dan mencari kepastian dari peristiwa tersebut. Baca buku ini itu, tanya orang ini orang itu, mungkin akan dilakukan oleh orang tersebut. Saking gemesnya, mungkin gajinya bisa habis gara-gara untuk membeli buku. Apalagi belinya sama mbak-mbak gemes, mungkin akan lebih bersemangat lagi.

Sejarah itu memang gemesin kok, Yanindra.

Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *