Integrasi Timor-Timur ke Indonesia

peta-timor-lesteKolonialisasi Portugis di Timor-Timur terjadi pasca keberhasilan Kerajaan Ternate yang dipimpin oleh Sultan Baabullah mengusir Portugis dari Maluku. Portugis menduduki wilayah Pulau Timor bagian Timur, sedangkan Belanda menguasai Pulau Timor bagian barat atas dasar kesepakatan tahun 1915. Timor-Timur juga sering disebut sebagai Timor Portugis merupakan salah satu provinsi di luar negeri. Pada masa penjajahan Portugis, Timor-Timur tertutup dari dunia luar. Portugis membentuk polisi rahasia yang disebut dengan Polisi Internationale Defese do Estado (PIDE).

Perubahan kebijakan terhadap Timor-Timur oleh bangsa Portugis terjadi pasca adanya kudeta militer di Portugis atas Antonio de Oliveire Salazar oleh Jenderal de Spinola. Kudeta ini dikenal dengan Red Flower’s Revolution (Revolusi Bunga) atau juga sering disebut Revolusi Anyelir. Pemerintahan di Portugal beralih dari dictator menjadi demokrasi. Disebut Revolusi Anyelir dikarenakan pada saat itu ditiap-tiap moncong senjata diberi bunga Anyelir berwarna merah. Revolusi yang terjadi pada tanggal 25 April 1974, membawa pengaruh yang besar terhadap kebijakan Portugis terhadap negara koloninya. Semua koloni Portugis diberikan kebebasan untuk berdiri sendiri dan berkembang. Rakyat mendapatkan kesempatan untuk berpolitik. Muncul adanya dekolonisasi Portugis terhadap Timor-Timur.

Dalam rangka pelaksanaan dekolonisasi, Menteri Seberang Lautan Portugis, 16-19 Oktober 1974 datang ke Indonesia untuk membicarakan masalah tersebut. Presiden Indonesia, Soeharto, menegaskan beberapa hal, yaitu:

  1. Indonesia tidak memiliki ambisi teritotial
  2. Sebagai negara yang memperoleh kemerdekaan dari perjuangan menentang penjajahan, Indonesia mendukung gagasan Portugis untuk melaksanakan dekolonisasi Timor-Timur.
  3. Dekolonisasi berdasarkan prinsip penentuan nasib sendiri
  4. Dekolonisasi diharapkan berlangsung dengan aman tertib dan tidak menimbulkan goncangan di daerah sekitarnya.
  5. Apabila rakyat Timor-Timur ingin bergabung dengan Indonesia, maka akan ditanggapi secara positif selama tidak bertentangan dengan UUD 1945.

Pembentukan Partai di Timor Timur

Rencana dekolonisasi Portugis ini mendapatkan berbagai tanggapan dari rakyat Timor-Timur. Muncul berbagai partai politik dengan corak dan tujuan masing-masing. Di Timor-Timur muncul tiga partai politik besar yang memanfaatkan kebebasan yang diberikan oleh pemerintah Portugal. Ketiga partai politik itu adalah:

  1. Uniao Democratica Timorense (UDT-Persatuan Demokratik Rakyat Timor) didirikan oleh Mario Viegas Carracalao yang ingin merdeka secara bertahap. UDT terdiri dari pimpinan senior administrasi, pemilik perkebunan dan pemimpin suku asli. Untuk tahap awal UDT menginginkan Timor-Timur menjadi negara bagian dari Portugal. Keinginan untuk tetap di bawah Portugis ini dikarenakan Timor-Timur belum dapat berdiri sendiri atas dasar ekonomi yang masih lemah dan rakyatnya secara pendidikan masih tertinggal.
  2. Frente Revoluciondria de Timor Leste Independente (Fretilin-Front Revolusioner Kemerdekaan Timor-Timur) yang radikal berpaham Komunis dan ingin segera merdeka. Salah satu tokohnya adalah Fransisco Xapier de Amara. Fretelin cepat menjadi partai politik yang popular dikarenakan berbagai program sosial yang diperkenalkan kepada rakyat.
  3. Associacau Popular Democratica Timurense (Apodeti- Ikatan Demokratik Popular Rakyat Timor) yang ingin bergabung dengan Indonesia. Salah satu tokohnya adalah Arnaldo dos Ries Araujo yang ingin bergabung dengan Indonesia. Dasar pertimbangan dari Apodeti untuk menggabungkan diri dengan Indonesia adalah Timor-Timur terletak dalam satu pulau dengan Indonesia yakni Pulau Timor. Selain itu persamaan historis, etnis dan budaya juga memiliki kesamaan dengan Indonesia.

Selain itu terdapat dua Partai kecil, yaitu Kota dan Trabalista. Ketiga partai tersebut saling bersaing, bahkan timbul konfik berupa perang saudara.

Pada awalnya antara UDT dengan Fretelin bekerjasama. Namun dikarenakan adanya ketakutan bahwa Fretelin akan menjadikan Timor-Timor menjadi komunis, kerjasama tersebut diakhiri. Kemudian terjadi perang saudara antara UDT dengan Fretelin. Fretelin yang berideologi komunis mendapatkan dukungan militer dari pemerintah Timor-Timor. Oleh karena itu Fretelin memperoleh kemenangan.

Proklamasi Balibo

Pada tanggal 2 November 1975, Fretelin mengumumkan pembentukan Republik Demokrasi Timor-Timur dengan Xavier Do Amaral sebagai presidennya. Proklamasi yang dilakukan oleh Fretelin dianggap tidak sah karena tanpa persetujuan dari partai lainnya. Adanya Proklamasi yang dibacakan oleh Fretelin membuat UDT bersama Apodeti, Kota dan Trabalista mengeluarkan pengumuman bersama yakni Proklamasi Balibo.  Keempat partai itu pada tanggal 30 November 1975 di kota Balibo mengeluarkan pernyataan untuk bergabung dengan pemerintahan Republik Indonesia.

Pada tanggal 17 Desember 1975, UDT, Apodeti, KOTA dan Trabalista menyatakan berdirinya Pemerintahan Sementara Timor-Timur (PSTT) untuk menyelenggarakan tertib pemerintah, administrasi, hukum dan keamanan. Gubernur PSTT dipilihlah Arnaldo Dos Ries Araujo yang merupakan ketua Apodeti. Selain itu juga dibentuk DPR Timor-Timur yang diketuai oleh Guielerme Maria Goncalves. Dengan terbentuknya PSTT dan DPR Timor-Timur tersebut, rakyat Timor-Timur mempunyai hak penuh untuk memutuskan masa depannya sendiri.

Pemerintah Indonesia yang sedikit condong ke barat kemudian merespon positif dari Proklamasi Balibo tersebut. Ada rasa ketakutan dimana nanti Fretelin dengan ideologi komunisnya yang akan menganggu stabilitas Indonesia. Atas keinginan bergabung rakyat Timor Timur dan permintaan bantuan yang diajukan, pemerintah Indonesia lalu menerapkan “Operasi Seroja” (1975-1977). Operasi militer ini diam-diam didukung oleh Amerika Serikat, Australia dan negara barat lainnya yang tidak ingin pemerintahan komunis berdiri di Timor Timur. Pada masa itu Perang Dingin antara AS dengan Uni Sovyet yang komunis memang  tengah berlangsung. Apalagi hal ini didasarkan oleh adanya Teori Domino, bahwa pasca jatuhnya Vietnam ke komunis akan merembet ke daerah sekitarnya, salah satunya adalah Indonesia.

Pada tanggal 31 Mei 1976 DPR Timor-Timur mengeluarkan petisi yang isinya mendesak pemerintah Republik Indonesia agar secepatnya menerima dan mengesahkan bersatunya rakyat dan wilayah Timor Timur ke dalam Negara Republik Indonesia. Menanggapi Petisi tersebut, maka dibentuklah delegasi Pemerintah Republik Indonesia ke Timor-Timur yang bertugas untuk menyaksikan dan berusaha mengetahui kenyataan yang sebenarnya tentang kehendak rakyat Timor-Timur. Delegasi dipimpin oleh Menteri Dalam Negeri Amir Machmud.

Bersamaan dengan operasi-operasi keamanan yang dilakukan, pemerintah Indonesia dengan cepat juga menjalankan proses pengesahan Timor Timur ke dalam wilayah Indonesia dengan mengeluarkan UU No. 7 Tahun 1976 tentang Pengesahan Penyatuan Timor Timur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan pembentukan Daerah Tingkat I Timor Timur. Pengesahan ini akhirnya diperkuat melalui Tap MPR nomor IV/MPR/1978. Timor Timur secara resmi menjadi propinsi ke 27 di wilayah negara kesatuan Republik Indonesia dengan ibu kota di Dili. Gubernur pertama dari Timor-Timur adalah Arnoldo dos Reis Araujo dan wakilnya Fransisco Xavier Lopez da Cruz.

Integrasi Timor-Timur ke Indonesia masih menyisakan pro-kontra  negara-negara di dunia. Salah satu negara yang kontra adalah Portugal

Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *