Latar Belakang Perang Teluk II

perang-teluk-iiPasca Perang Teluk I antara Irak dengan Iran, kawasan Timur Tengah menjadi damai. Dua tahun setelah PBB berhasil memprakarsai gencatan senjata dalam Perang Irak-Iran, kedua pemerintahan gagal menetapkan perjanjian damai yang permanen. Tiba-tiba pada bulan Juli 1990, menteri luar negeri kedua negara bertemu di Jenewa dengan optimisme kuat terhadap prospek perdamaian. Saddam Hussein membuat kejutan dengan memberikan seluruh wilayah Iran yang berhasil dikuasai Irak sebelumnya. Kejutan tersebut terjawab dua minggu setelah pertemuan tersebut, dengan menganeksasi ladang minyak Ar-Rumaylah yang berada di dalam wilayah Kuwait, tetangganya.

Aksi provokatif Irak ini menyalakan tanda bahaya bagi negara-negara Arab. Presiden Husni Mubarak mengambil inisiatif untuk melakukan mediasi antara Irak dan Kuwait di Arab Saudi, dengan harapan agar situasi yang ada lebih tenang (pacify) tanpa adanya intervensi Amerika Serikat atupun power diluar region tersebut. Saddam pun mengharapkan hal yang sama, akan tetapi ia menunjukkan minat yang sangat lemah atas inisiatif mediasi penguasa Mesir. Saddam menggagalkan negosiasi setelah dua jam, dan besoknya pada tanggal 2 Agustus, ia memerintahkan pasukannya untuk menguasai Kuwait.

Meskipun Irak memiliki beberapa argumen logis yang mendukung aksinya, alasan sebenarnya dibalik invasi Kuwait adalah untuk mengontol minyak Kuwait dan kesejahteraan rakyatnya; kemenangan militer atas garis depan Teluk Persia; dengan begitu akan memberikan contoh bagi negara Arab lain, sehingga Pan Arabisme dibawah kepemimpinan Irak; serta menjadikannya sebagai sebuah batu loncatan perbaikan ekonomi serta memperkuat legitimasi pribadi Saddam.

Akan tetapi Saddam Hussein melakukan sebuah rangkaian miskalkulasi yang fatal, ketika ia menilai bahwa ‘kawan’ di kawasan Arab akan mentolerir aksinya, dan tidak akan menyeru pada kekuatan dari luar kawasan tersebut. Namun, kenyataannya penguasa Arab Saudi, Raja Fahd, sangat ketakutan. Segera Fahd menghubungi dan meminta dukungan dari Washington dan PBB. Presiden Bush Snr, mengutuk aksi Saddam, yang kemudian diikuti oleh Inggris, Soviet, dan Dewan Keamanan PBB dengan menyerukan penarikan pasukan Irak. Sementara itu, Bush malah mendengungkan Doktrin Carter dengan menyatakan bahwa integritas Arab Saudi, sebagai teman penting AS, terancam dengan invasi Irak tersebut.

Jadi dapat disimpulkan bahwa penyebab dari Perang Irak-Kuwait sebagai berikut :

  1. Factor Historis-Politis. Secara histories, Kuwait adalah wilayah Irak (dulu Mesopotamia) sehingga sampai 1990 Irak secara konstitusional tidak mengakui Negara Kuwait. Ketika Kuwait memproklamasikan diri tahun 1961, Irak tidak mengikutinya. Dengan demikian, posisi Kuwait tetap menjadi wilayah kekuasaan Irak.
  2. Factor Ekonomi. Ekonomi Irak pasca Perang Teluk I sangat parah, banyak hutang luar negeri yang ditanggungnya dan ditambah banyak lading-ladang minyak Irak yang rusak akibat perang. Untuk mengatasi masalah ekonomi, Saddam Hussein meminta bantuan kepada Arab Saudi dan Kuwait serta kepada Kuwait diharapkan hutang dibebaskan. Di samping itu, factor ekonomi yang menyebabkan invansi Irak ke Kuwait adalah adanya tuduhan Irak bahwa Kuwait telah mencuri minyak Irak (di daerah Rumaillah, yamg dipersengketakan Irak-Kuwait). Selain itu, Kuwait bersama Uni Emirat Arab telah memukul dari belakang dengan membanjiri minyak dunia yang mengakibatkan kerugian di pihak Baghdad. Akibat pelanggaran kuota OPEC yang dilakukan Kuwait dan UEA, harga minyak pada tahun 1990 sempat anjlok. Hal ini sangat memukul Irak sebagai Negara yang sangat mengandalkan minyak sebagai komoditi utama.
  3. Factor Ambisi Saddam Hussein. Factor ketiga yang menyebabkan terjadinya pencaplokan Irak atas Kuwait ialah ambisi Saddam Hussein untuk menjadi pimpinan Arab. Saddam Hussei tidak pernah menyembunyikan ambisinya menjadi orang “terkuat, terbesar, dan terhebat” di Timur Tengah.

Puncaknya terjadi pada tengah malam tanggal 2 Agustus 1990 Saddam melancarkan Blitzkrieg atas Kuwait. Betul-betul Blitzkrieg, karena hanya membutuhkan waktu satu hari. (Blitz = kilat, Krieg = perang). Irak secara resmi menginvasi Kuwait, dengan membombardir ibu kota Kuwait City dari udara. Meskipun Angkatan Bersenjata Kuwait, baik kekuatan darat maupun udara berusaha mempertahankan negara, mereka dengan cepat kewalahan. Namun, mereka berhasil memperlambat gerak Irak untuk memaksa keluarga kerajaan Kuwait untuk meloloskan diri ke Arab Saudi, beserta sebagian besar tentara yang masih tersisa. Akibat invasi ini, Kuwait meminta bantuan Amerika Serikat tanggal 7 Agustus 1990. Sebelumnya Dewan Keamanan PBB menjatuhkan embargo ekonomi pada 6 Agustus 1990.

Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *