Mengger bagian dari Endonesia???

desa-menggerApa mungkin gara-gara tempat tinggalku yang pelosok ini sehingga sms ku tidak sampai ke kamu, Yanindra? dari kemarin aku sangat cemas menunggu kabar darimu, Yanindra. Aku takut hal yang buruk menimpamu. Aku takut kalau kamu disandera oleh Abu Syayaf di Philipna yang kurang ajar itu. Aku takut kalau kamu terjebak dalam bencana alam yang akhir-akhir ini melanda negeri ini. Dari bencana banjir hingga tanah longsor sempat beberapa waktu lalu menjadi tajuk di negeri ini. Cuaca yang buruk membuat beberapa ikan paus terdampang di Probolinggo. Aku takutnya kamu juga sudah terdampar di hati orang lain, Yanindra. heuheuheu

Desa ku mungkin terpencil, Yanindra. Jauh dari gemerlap pembangunan di negeri ini. Sebagian besar penduduk di sekitar ku bermata pencaharian sebagai petani. hidup tergantung dari kebijaksanaan alam. Kami sering terombang-ambing oleh musim. Seharusnya kalau bulan enam seperti ini sudah kemarau, akan tetapi ini masih sering turun hujan setiap hari. Hujan merupakan satu hal yang paling dinanti oleh penduduk di desa ini. Kami sangat merindukan akan hujan, Yanindra. Padahal beberapa tempat lain di Endonesia tidak begitu senang dengan hujan bisa menyebabkan banjir, tanah longsor dan bencana lainnya.

Namun yang perlu kamu tahu, bahwa desa ku juga bagian dari Endonesia.

Oh iya, Yanindra. Penduduk desa ku menyebut negeri kita ini dengan Endonesia, bukan Indonesia. Perbedaan tersebut pada hakikatnya sama, tidak menyalahi makna. Hanya pengucapannya saja yang berbeda, seperti kata ‘putih” dalam bahasa Indonesia, tapi kalau dalam bahasa Jawa diucapkan “Puteh”. Endonesia yang dimaksud penduduk desa ku ya Indonesia ini, wilayah yang membentang dari Sabang sampia Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote. Endonesia ya Indonesia, suatu negara yang sangat kaya raya, dari dulu kekayaan alamnya diambil oleh para penjajah tidak habis-habis. Kini dikorupsi oleh putra dan putri sendiri, juga masih tersisa.

Penduduk desa ku mungkin sebagian besar didominasi masyarakat yang miskin, Yanindra. Sebagian besar dari kami hanya tamatan sekolah dasar. Tamatan SMP, SMA jumlahnya tidak begitu banyak, dan tamatan perguruan tinggi negeri bisa dihitung dengan jari. Wajar kalau kami itu mudah dibodohi, apalagi saat menjelang pemilu. Orang-orang yang menginginkan jabatan akan berbondong bondong ke desa ku, Yanindra. Ada yang membawa sembako, kaos partai, alat-alat pertanian dan beberapa peralatan yang kami butuhkan.

Penduduk desa ku mudah terayu, Yanindra. Termasuk juga aku

Seorang calon pejabat akan memberikan janji janji yang sangat kami ingin nikmati. Kata-kata indah yang meneduhkan, mungkin seperti rayuan gombal seorang lelaki kepada mbak-mbak gemes. Mereka menjanjikan apa yang kami harapkan selama ini. Kemudian selain memberikan sembako, kaos partai, kami juga diberikan uang. Ya kisaran antara 10.000-20.000. Kalau bahasa kasarnya mereka membeli suara kami dengan uang segitu. Kalau bahasa halusnya itu untuk uang transportasi buat kami.  Kami tidak pernah berpikir panjang, apakah ini uang halal atau haram. Niat kami hanya membantu para calon pejabat itu memperoleh apa yang mereka inginkan, meski nanti saat beliau sudah menjadi pejabat, kami dilupakan. Kami sudah terbiasa dengan hal tersebut, Yanindra.

Saat orang-orang atas saling berebut kekuasaan, kami tidak tahu menahu soal itu, Yanindra. Kami tidak pernah berpikir siapa yang benar apakah audit dari BPK atau apa yang direkomendasikan dari KPK. Kami nggak mampu berpikir sampai ke sana. Kami hanya berpikir apakah besok dapur kami masih ngebul. Kami hanya berpikir apakah besok bisa membiaya biaya sekolah anak. Kami hanya berpikir sederhana, yakni bagaimana kami bisa menjaga agar kami bisa hidup, meski dengan sederhana. Kami tidak ambil pusing dengan kenaikan daging sapi, soalnya kami makan daging sapi ya cuman sekali dalam setahun yaitu saat hari raya idul Adha. Walaupun tidak makan daging sapi, buktinya kami sehat wa’alfiat, Yanindra.

Mengger

Itu adalah nama desa ku, Yanindra

Bukan nama yang luar biasa, hanya nama yang biasa-biasa saja. Desa ini adalah bagian dari Endonesia. Saumpama desa ini tidak Endonesia, mungkin kamu akan menjumpai peta Indonesia yang mana daerah Gendingan ke utara yang melewati Bengawan Solo berwarna berbeda dengan daerah sekitarnya. Kalau aku mau pergi ke rumah mu harus menggunakan paspor, karena berpergian keluar negeri. Atau mungkin nanti saat aku mau ke rumahmu, aku minta bantuan duta besar negara ku yang ada di sana untuk menjemputku. Seperti kasus anaknya Om Zon, yang pergi ke Amerika. Ya wajar, kalau Om Zon mintan bantuan difasilitasi, kasihan kan anak Om Zon di sana sendirian dan belum tahu Amerika. Jadi KBRI yang ada di Amerika harus membantu anak Om Zon. Menurutku nggak perlu deh adanya #papamintafasilitas. Ingatkan gimana kelanjutannya dari #papamintasaham???

Dan mungkin kalau Mengger bukan bagian dari Endonesia, kamu menyebutku dengan sebutan orang asing. Walaupun pada kenyataanya sih, aku asing bagi dirimu. Karena kamu sangat berpengaruh dalam hidupku, sedangkan aku tidak mempengaruhi apa-apa dalam kehidupanmu.

Betulkan Yanindra???

Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *