Harus diakhiri

harus diakhiriMungkin sampai detik ini, hal itu masih menimbulkan pro dan kontra diberbagai kalangan, Yanindra. Ada sebagian orang yang memperbolehkan ada juga orang-orang yang tidak menginginkan anak-anak sekolah melakukan tindakan seperti itu, merayakan kelulusan sekolah dengan cara-cara yang jauh dari unsur pendidikan. Berkonvoi sepeda motor dengan suara knalpot yang merusak gendang telinga, membuat macet jalanan, hingga mencoret-coret baju dan rambutnya. Itu kan nggak gemesin lagi, sekarang itu zamannya Pak Jokowi.

Hal itu kan sudah dilakukan oleh kebanyakan kelulusan sekolah baik itu tingkat SMA dan SMP. Kalau untuk tingkat SD dan TK aku belum menjumpai mereka merayakan kelulusan dengan tindakan yang aku sebut di atas tadi, Yanindra. Dan akupun juga tidak menemukan perayaan sedemikian itu kalau seorang mahasiswa dinyatakan lulus setelah ujian skripsi. Baik itu teman-temanku dan aku sendiri, Yanindra. Aku sudah mengalami dua kali lulus sebagai mahasiswa, dan biasanya saja nggak seheboh itu.

Beberapa waktu yang lalu, di sebuah kota, salah satu ormas agama membubarkan dengan paksa gerombolan anak di alun-alun yang sedang merayakan kelulusan. Niatnya anak-anak tadi merayakan kelulusan dengan membentuk tulisan di alun-alun kemudian di foto dari atas, biar terlihat hits. Katanya sih sudah kerja sama dengan Pemda. Tapi ormas agama yang sudah terkenal track recordnya sering bertindak anarkis itu tidak mau tahu. Pokoknya acara itu harus bubar.

Sebenarnya kita tidak bisa menyalahkan begitu saja niatan siswa yang ingin berkreasi itu

Dan kita juga tidak bisa menyalahkan seribu persen tindakan yang dilakukan oleh ormas agama tersebut. Mungkin itu merupakan salah satu bentuk kongkrit dari kegeraman sekelompok masyarakat terhadap ulah anak-anak sekolah yang membuat jalan raya menjadi macet, bisingnya suara motor, hingga tindakan yang kurang elok bagi anak sekolah. Tindakan ini sih bukanlah hal yang baru, ini mah sudah dari lama, dari orde lama, orde baru hingga orde paling baru. Kalau orang-orang bilang, itu sudah merupakan budaya dalam merayakan kelulusan.

Tindakan radikal yang dilakuan oleh salah satu ormas agama itu merupakan tindakan nyata, bahwa hal yang dianggap tidak benar itu haris diakhiri. Soalnya, selama ini penegak hukum tidak mengambil tindakan tegas terhadap perayaan kelulusan anak sekolah yang nggak gemesin itu. Aparat penegak hanya diam, dan seoalah-olah memberikan izin terhadap tindakan yang dilakukan oleh para siswa. Seolah-olah aparat membenarkan apa yang dilakukan oleh para siswa tersebut. ini anggapan yang tidak tepat. Selama tindakan merayakan kelulusan itu dilakukan dengan cara yang baik, yang berpendidikan, perlu dilanjutkan. Namun kalau perayaannya masih sama dengan salama ini, sudah saatnya diakhiri. Akan banyak ormas yang lain akan melakukan tindakan yang sama, membubarkan secara paksa.

Itu kan kreasi?”

Mencoret-coret pakaian hingga rambut berwarna entah apa, itu namanya kreasi???

Membuat gaduh, bising suasana jalan raya, itu namanya kreasi???

Membuat jalan raya menjadi macet, itu namanya kreasi???

Soalah-olah kok para siswa itu tidak memiliki kreasi lain. Kegiatan kreasi itu bukan hanya yang disebutkan di atas, melainkan banyak sekali tindakan kreasi yang ada unsur pendidikan. Membagikan nasi bungkus kepada pengemis, memberikan sembako kepada warga yang kurang mampu, membersihkan tembok-tembok dari coret-coretan, masih banyak lagi tindakan yang dilakukan dalam rangka merayakan kelulusan sekolah. Bukan kah itu lebih baik, Yanindra? dan bukankah itu menandakan mereka benar-benar sudah lulus dari sekolah? Karena salah satu tujuan pendidikan adalah menjadikan anak menjadi manusia yang dewasa, dewasa bukan dalam konteks usia belaka melainkan juga secara pemikiran.

Jadi sudah saatnya perayaan kelulusan yang seperti selama ini diakhiri.

Dan yang terpenting, Ujian Nasional itu bukan lagi penentu kelulusan siswa. Yang menentukan lulus atau tidaknya seorang siswa kan gurunya. Tidak didasarkan lagi pada UN, seandanyai saja kelulusan masih didasarkan pada UN, mesti banyak siswa yang tidak lulus. Guru meluluskan siswa itu bukan karena nilai siswa memenuhi standart, memiliki kelakuan baik, atau indikator lainnya, tapi dengan didasarkan pada pertimbangan kemanusian. Mau jadi apa kalau siswa ku tidak ku luluskan??? Mesti ada beberapa siswa yang diluluskan guru dengan terpaksa, dan merekalah yang sebagian besar menjadi actor perayaan kelulusan yang berlebihan.

Seharusnya siswa mulai sadar

Seharus perayaan yang seperti ini harus diakhiri

Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *