Pemilu 1971

pemilu 1971Pasca pergantian pemerintahan dari Demokrasi Terpimpin ke Orde Baru, maka diperlukan sebuah legetimasi kekuasaan untuk semakin menguatkan posisi Orde Baru. Maka salah satu cara yang legal adalah melalui pemilu. Salah satu program Kabinet Ampera, yaitu kabinet yang dibuat oleh Orde Baru untuk menggantikan Kabinet Dwikora, adalah melaksanakan pemilihan umum selambat-lambatnya pada tanggal 5 Juli 1968. Namun pada prakteknya pemilu baru dilaksanakan pada tahun 5 Juli 1971.

Pemilu 1971 merupakan pemilu kedua sepanjang sejarah Indonesia setelah pemilu pertama tahun 1955. Kondisi bangsa sudah sangat berbeda, kalau pemilu 1955 negara Indonesia menerapkan sistem pemerintahan parlementer, pada pemilu 1971, pemerintahan menggunakan sistem presidensial. Ciri khas pemilu 1955 adalah memilih anggota konstituante, kalau pemilu 1971 tidak lagi memilih anggota badan konstituante yang telah dibubarkan oleh Demokrasi Terpimpin. Hal yang berbeda dengan Pemilu 1955 adalah bahwa para pejabat negara pada Pemilu 1971 diharuskan bersikap netral. Sedangkan pada Pemilu 1955 pejabat negara, termasuk perdana menteri yang berasal dari partai bisa ikut menjadi calon partai secara formal.

Dalam hubungannya dengan pembagian kursi, cara pembagian yang digunakan dalam Pemilu 1971 berbeda dengan Pemilu 1955. Dalam Pemilu 1971, yang menggunakan UU No. 15 Tahun 1969 sebagai dasar, semua kursi terbagi habis di setiap daerah pemilihan. Cara ini ternyata mampu menjadi mekanisme tidak langsung untuk mengurangi jumlah partai yang meraih kursi dibandingkan penggunaan sistem kombinasi. Tetapi, kelemahannya sistem demikian lebih banyak menyebabkan suara partai terbuang percuma.

pembagian kursi pada Pemilu 1971 dilakukan dalam tiga tahap, ini dalam hal ada partai yang melakukan stembus accoord. Tetapi di daerah pemilihan yang tidak terdapat partai yang melakukan stembus acccord, pembagian kursi hanya dilakukan dalam dua tahap.Tahap pembagian kursi pada Pemilu 1971 adalah sebagai berikut. Pertama, suara partai dibagi dengan kiesquotient di daerah pemilihan. Tahap kedua, apabila ada partai yang melakukan stembus accoord, maka jumlah sisa suara partai-partai yang menggabungkan sisa suara itu dibagi dengan kiesquotient. Pada tahap ketiga apabila masih ada kursi yang tersisa masing-masing satu kursi diserahkan kepada partai yang meraih sisa suara terbesar, termasuk gabungan sisa suara partai yang melakukan stembus accoord dari perolehan kursi pembagian tahap kedua. Apabila tidak ada partai yang melakukan stembus accoord, maka setelah pembagian pertama, sisa kursi dibagikan langsung kepada partai yang memiliki sisa suara terbesar.

Pemilu 1971 diikuti oleh 10 kontestan, yaitu: Partai Katolik, Partai Syarikat Islam Indonesia, Partai Nahdlatul Ulama, Partai Muslimin Indonesa, Golongan Karya, Partai Kristen Indonesia, Partai Musyawarah Rakyat Banyak, Partai Nasional Indonesia, Partai Islam PERTI, Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia. Dan merupakan Pemilu dengan jumlah kontestan terbanyak pada masa Orde Baru. Hal ini disebabkan pasca pemilu 1971, kemudian terjadi penyederhanaan partai oleh pemerintah dengan dalih untuk menjaga stabilitas politik. Pasca Pemilu 1971 hanya ada tiga kontestan pemilu yakni PPP, PDI dan Golkar

Pemilu 1971 dimenangkan oleh Golkar, salah satu mesin politik dari Orde Baru. Kemenangan ini merupakan awal dari kemenangan Golkar dalam pemilu. Golkar kemudian selalu memperoleh suara terbanyak pada masa Orde Baru. PNI yang merupakan partai pemeroleh suara terbanyak pertama pada pemilu 1955 mengalami penurunan suara yang sangat drastis. Hal ini dikarenakan PNI merupakan partai yang identik dengan Soekarno. Di masyarakat muncul alergi terhadap partai politik gara-gara pemberontakan yang dilakukan oleh partai politik, PKI. Maka Golkar yang mengatasnamakan dirinya bukan partai, menjadi daya tarik tersendiri di dalam masyarakat pemilih.

No Comments

Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *