Perjanjian-Perjanjian pada masa Kerajaan

sultan hasanudinPada masa kerajaan terdapat berbagai perlawanan yang dipimpin oleh raja-raja setempat. Perlawanan raja ini dikarenakan tindakan VOC maupun Belanda yang memaksakan monopoli perdagangan kepada kerajaan tersebut. Hal ini mengakibatkan raja-raja mengobarkan perang terhadap VOC dan berakhir dengan kekalahan pada pihak kerajaan. Pihak Kerajaan yang mengalami kekalahan harus menandatangani perjanjian yang sangat merugikan bagi kerajaan tersebut. Berikut ini beberapa perjanjian yang terjadi pada masa kerajaan di Indonesia.

  1. Perjanjian Bongaya (1667). Perjanjian Bongaya terjadi akibat kekalahan Sultan Hasanudin atas VOC yang dibantu oleh Aru Palaka. Isi Perjanjian Bongaya antara lain (1) VOC memiliki hak Monopoli dagang di Makassar, (2) VOC dapat mendirikan benteng pertahanan di Makassar, (3) Makassar harus mengganti rugi perang, (4) Aru Palaka diakui menjadi raja Bone, dan (5) VOC bebas mendirikan benteng di Makassar (6)Raja dan para bangsawan harus mengirim ke Batavia uang senilai 1.000 budak pria dan wanita, dengan perhitungan 2½ tael atau 40 mas emas Makassar per orang. Setengahnya harus sudah terkirim pada bulan Juni dan sisanya paling lambat pada musim berikut.
  2. Perjanjian Banten (1684). Perjanjian Banten terjadi akibat Sultan Ageng Tirtayasa mengalami kekalahan terhadap VOC. Hasil dari Perjanjian Banten antara lain (1) Sultan Haji menjadi raja Banten (2) Banten harus membayar biaya perang, (3) Banten harus mengakui monopoli VOC, (4) Kepulauan Maluku tertutup untuk pedagang Banten, (5) Banten harus menyerahkan Cirebon kepada VOC, dan (6) Hanya VOC yang berhak mengekspor lada dari Banten.
  3. Perjanjian Mataram (1705) yang mana Mataram harus menyerahkan wilayah pesisir utara Jawa kepada VOC atas konsekuensi bantuan VOC terhadap Amangkurat I dalam menumpas pemberontakan Trunojoyo. Pada masa Amangkurat inilah, VOC mulai berpengaruh dalam kerajaan Mataram Islam. Isi dari Perjanjian Mataram antara lain: (1) VOC memiliki hak untuk membangun benteng di mana pun di Jawa, (2) VOC memiliki hak untuk membeli beras sebanyak maunya, dan (3) Mataram harus melepaskan Madura kepada VOC.
  4. Perjanjian Gianti Perjanjian ini terjadi pasca wafatnya Amangkurat II. Terjadi pemberontakan yang dipimpin Raden Mas Said dan Pangeran Mangkubumi. Oleh campur tangan VOC kemudian disepakati perjanjian Gianti. Berdasarkan perjanjian ini, wilayah Mataram dibagi dua: wilayah di sebelah timur Kali Opak (melintasi daerah Prambanan sekarang) dikuasai oleh pewaris tahta Mataram (yaitu Sunan Pakubuwana III) dan tetap berkedudukan di Surakarta, sementara wilayah di sebelah barat (daerah Mataram yang asli) diserahkan kepada Pangeran Mangkubumi sekaligus ia diangkat menjadi Sultan Hamengkubuwana I yang berkedudukan di Yogyakarta. Di dalamnya juga terdapat klausul, bahwa pihak VOC dapat menentukan siapa yang menguasai kedua wilayah itu jika diperlukan.
  5. Perjanjian Salatiga (1757). Pihak-pihak yang menandatangani perjanjian ini adalah Pangeran Sambernyawa, Kasunanan Surakarta, dan VOC, Kesultanan Yogyakarta, diwakili oleh Patih Danureja, juga terlibat. Perjanjian ini memberi Pangeran Sambernyawa separuh wilayah Surakarta (4000 karya, mencakup daerah yang sekarang adalah Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Karanganyar, eksklave di wilayah Yogyakarta, Ngawen dan menjadi penguasa Kadipaten Mangkunegaran dengan gelar Mangkunegara I. Penguasa wilayah Mangkunegaran tidak berhak menyandang gelar Sunan atau Sultan, dan hanya berhak atas gelar Pangeran Adipati. Perjanjian Salatiga pada dasarnya membagi wilayah Kasunanan Surakarta menjadi dua yaitu Kasunanan Surakarta dan Mangkunegaran.

Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *